Oleh Muhammad Natsir Tahar
Negara dapat berjalan secara ilmiah bila anasir – anasir politik di dalamnya bisa dibatalkan. Mereka berdusta tentang demokrasi. Mereka menertawai Machiavelli.
Mereka merilis melodrama dan memborong semua peran protagonis. Bahkan oposisi hanyalah oligarki yang tertunda. Mereka akan sama saja, sampai dibuktikan sebaliknya.
Campur tangan terlalu kuat politik oligarki bisa menyebabkan arah negara berjalan terbalik, menuju distopia. Politik bahkan sudah sangat lama tercerabut dari akar etimologinya, tentang mimpi indah warga kota versi Yunani atau ars politica versi Romawi yang berarti kemahiran tentang masalah-masalah kenegaraan.
Bahkan mungkin diksi – diksi politik abad ini bagai eufemisme di balik tabiat kolektif cara sirkus guna mempertahankan atau mengambil kekuasaan.
Atau ketika manusia-manusia politik yang sedang membonceng dan dihidupi oleh negara menciptakan teori kebenarannya sendiri.
Dalam orkestra demokrasi yang nyata, absurditas tak lagi dipandang cacat: dinasti, feodalis, paternalis, etnosentris, kultus individu dan bentuk-bentuk non-etik lainnya yang menyebabkan demokrasi hanyalah jenama untuk menyembunyikan oligarki.
Negara harus dibersihkan dari akar-akar politik kekuasaan oligarki dengan seperangkat teori-teori kelirunya yang jauh dari esensi. Kita bisa memegang dua konsep politik.
Pertama, pandangan klasik Aristoteles yang mengemukakan bahwa politik digunakan untuk mencapai suatu kebaikan universal yang dianggap memiliki nilai moral yang lebih tinggi daripada kepentingan di luar itu.
Kedua, pandangan modern Max Weber, bahwa politik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Ia melihat negara dari sudut pandang yuridis formal yang statis dan memperkenalkan suatu bentuk ideal (ideal type) untuk negara modern dan rasional.
Konsep Aristoteles mempersyaratkan penyelenggara negara yang bijak serta bermoral tinggi dan Weber mengidamkan negara dikelola secara ilmiah, bebas dari jari jemari politik yang karut dan distopis.
Unit – unit kerja profesional dalam tubuh negara seperti aparat hukum harus dijauhkan dari suruhan-suruhan politik oleh satu atau sekelompok elite yang sulit beradaptasi dengan konsep negara modern versi Weber sekaligus filsafat moral negara yang diamanatkan Aristoteles.
Bila kita bermimpi memiliki negara dengan mengadopsi konsep moral sekaligus modern, maka negara harus memiliki sistem imun yang kuat untuk memfilter dirinya dari kontaminasi virus-virus oligarki yang bersifat melumpuhkan peran negara sebagai rumah bersama.
Partai politik atau parpol mestilah hanya mesin yang berfungsi memproduksi dan merekomendasikan anak-anak bangsa terbaik untuk dipekerjakan ke dalam negara. Bila parpol gagal melakukan hal ini, eksistensinya mesti disusun ulang, ditiadakan bahkan dihukum.
Parpol harus bisa menggeser kuadrannya sebagai bagian dari solusi utopia, bukan malah mendesaki alun-alun kekuasaan dan susunan akrobat kabinet serta lembaga tinggi sepanjang periode.
Parpol lebih tepat dan seharusnya difungsikan sebagai roket pendorong dan segera lepas, ketika pesawat ruang angkasa sudah melewati atmosfer.
Presiden dan jabatan eksekutif di bawahnya yang terpilih secara elektoral, hendaklah dibatasi hanya satu periode, karena hampir semua petahana, akan menggerakkan unit-unit dalam negara sebagai alat mempertahankan kekuasaannya, dan proses demokrasi tidak akan mungkin bisa berjalan adil (fair play) sebanyak apapun narasi karut yang ditumpuk untuk membantah fakta ini.
Negara ilmiah juga bisa dijalankan dengan autopilot. Secara logika, sistem dalam suatu negara dapat berjalan tanpa adanya kehadiran pemimpin.
Autopilot lebih dikenal sebagai sistem navigasi, mekanikal, elektrikal, atau hidrolik yang memandu sebuah kendaraan tanpa campur tangan dari manusia.
Bila negara sudah memiliki cetak biru dan hanya dikelola oleh manusia-manusia bermartabat dan profesional, tidak akan jadi soal apakah kemudian presiden atau bupati hanya ditugasi sebagai pembaca teks pidato atau penggunting pita.
Ini juga paralel dengan mimpi kaum platonis yang mengandaskan semua teori negara dengan satu dogma aristokrat sebagai lawan tanding oligarki, yang kini menguasai panggung.
Bila kita menembus jauh ke depan, 100 bahkan 50 tahun lagi, sistem algoritma lah yang berada di puncak peradaban.
Pidato – pidato, orasi retoris, dan debat panggung superfisial khas demokrasi elektoral dari spesies manusia segera dibekap dan digantikan oleh mesin otomasi yang presisi dan efektif serta jauh dari kata salah secara ilmiah. ~MNT
Comments