Ilustrasi: res.cloudinary.com |
Oleh Muhammad Natsir
Tahar
Menyambung Déjà Vu pekan
lalu, isi otak manusia tidak seperti data dalam piranti lunak yang bisa disalin
ke memori eksternal atau digantung di awan (cloud storage).
Ketika ingatan kita error maka
kita setara seonggok CPU rusak. Bahkan mungkin kita sudah dihapus dalam statistik
Tuhan, seperti orang gila tidak dicatat sebagai pendosa.
Orang gila sudah wafat pada
detik terakhir kesadaran normal mereka. Tuhan mencatat kehendak bebas manusia
sebagai pahala dan dosa. Man
are condemned to be free. Manusia dikutuk untuk bebas, kata Jean Paul
Sartre.
Sartre tidak main-main soal ini.
Banyak tafsir dalam mazhab eksistensialisme yang merujuk Sartre untuk menggugat
esensi manusia. Saya hanya ingin mengatakan, seseorang yang sedang menghadapi
vonis hakim, akan merasakan kutukan itu, sebab ia telah dibebaskan untuk
berbuat kejahatan. Ia bersuka ria, ketika kebebasan itu tidak ada, misalnya
Tuhan akan memelintir tangannya, ketika mulai menarik pelatuk untuk mematikan
seseorang.
Friedrich Nietzsche yang dikenal
sebagai "Pembunuh Tuhan" dan memakai alegori orang gila berakhir
dalam sisa hidup sebagai manusia hilang akal. Ia benar-benar gila, mungkin
karena Tuhan sudah bosan dengan kenakalan pikirannya. Tapi siapa yang tak kenal
Nietzsche. Jejaknya begitu banyak, dielukan sebagai murid kebenaran.
Nietzsche bukan sembarang CPU rusak, karena
inti pikirannya telah pindah ke lembaran kertas yang sangat dikenang. Ia
menulis terlalu banyak, sebagai seorang filsuf Jerman dan ahli ilmu filologi
yang meneliti teks-teks kuno, filsuf, kritikus budaya, penyair dan komposer.
Manusia memiliki piranti yang bisa
menyalin pikirannya ke media apapun yang ia kehendaki. Sayang bila ini tidak
digunakan. Tinggalkan serpihan memori kita ke dalam tulisan, video, audio atau
karya apapun sebanyak yang kita bisa, dan hindari benturan keras di kepala.
Dengan menulis, manusia tidak hanya
meninggalkan jejak pikirannya tapi juga akan berbeda. Seseorang yang pernah
menulis buku akan tampak lain dengan yang tidak. Seorang professor harus mampu
mencipta buku, dan jurnal internasional, tapi siapapun punya hak untuk menulis.
Quote Pramoedya sudah sangat mewakili: Orang boleh pandai setinggi langit, tapi
selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Tempo purba, penyair sangat
disanjung, seorang penulis Latin bernama Horace naik kelas dari anak wanita
budak menjadi pesohor. Amenhotep bahkan diangkat menjadi dewa Mesir, karena ia
menulis.
Kasihan Socrates, ia tidak menulis
apapun sampai berakhir dengan meminum racun cemara. Socrates hidup karena
jejaknya disalin oleh muridnya Plato. Eksistensi Socrates bahkan diragukan,
seharusnya ia yang menulis Apologia, untuk
membela dirinya, bukan Plato.
Masa lalu mengirimkan kepada kita
serpihan-serpihan tulisan, agar kita bisa merekonstruksi sejarah. Tapi sayang
perjalanan melampaui milenium dan abad, melewati satu saringan dan disrupsi.
Bahkan hadir sebagai karya tunggal seperti Tun Sri Lanang.
Tun Sri Lanang mengirim Sulaltus
Salatin tidak terlalu lama, hanya 406 tahun dari sekarang. Ia hampir
seangkatan dengan William Shakespeare yang jejak kepenulisannya begitu kuat,
dan membapaki novelis-novelis kelas dunia setelahnya. Mungkin renaisans tidak
sampai ke kepulauan Melayu sehingga Tun Sri Lanang menjadi satu-satunya.
Dianggap paling purba, ketika Shakespeare tengah memulai penulisan modern dalam
kaidah Inggris.
Atau apakah seperti hari ini, dan
400 tahun akan datang puak Melayu Kepulauan Riau hanya akan mengenal Dato’ Seri
Lela Budaya Rida K Liamsi? Bukan karena beliau satu-satunya, tapi siapa yang
paling produktif. Yang pasti, tiap perayaan Hari Jadinya, Rida memberi hadiah
besar bagi khazanah sejarah Melayu. Di sela-sela itu ada saja buku penting yang
beliau tulis.
Dalam beberapa tahun ini banyak
orang mulai menebak, buku apa lagi yang terbit pada perayaan ulang tahun, 17
Juli? Rida adalah Tun Sri Lanang yang sangat matan menulis
historia puak Melayu, tapi sekaligus adalah Shakespeare yang melecut dan
menginspirasi penulis-penulis setelahnya. Kadang juga seperti Nietzsche yang
membongkar kitab-kitab lama, demi kesempurnaan karyanya. Selamat Hari Lahir,
Dato’ Rida!. ~MNT
Comments