Ilustrasi: townnews.com |
Oleh Muhammad Natsir Tahar
Jika Corona muncul pada abad ke 14, tidak banyak yang dapat kita lakukan selain menunggu giliran. Pada 1348, setengah penduduk dunia tewas hanya oleh wabah Pes. Dan ini mengubah peta politik global. Teknologi yang kita punya memang dapat menghambat Corona, tapi ini bukan fenomena biasa.
Pada tahun 1346, segerombolan penumpang gelap dari Asia menaiki kapal milik saudagar yang melintasi Jalur Sutra sebagai urat nadi terpenting di kawasan trans-Asia. Mereka kemudian menyebarkan teror kematian hitam atau The Black Death. Petani yang lolos dari maut bangkit untuk menuntut balas.
Giovanni Boccaccio, seorang penyair lagenda dari Florence, Italia yang menyaksikan langsung tragedi ini menulis catatan: Ketika mereka datang dengan cepat, segala akal budi dan kepandaian manusia tak berdaya menghadapinya. Mereka memiliki kecepatan luar biasa dan amat mengerikan, darah yang menetes dari hidung adalah petanda bahwa ajal sudah dekat.
Penumpang gelap yang menduduki kapal milik saudagar Genoa itu adalah tikus – tikus yang di dalam tubuh mereka hidup enterobakteria Yersinia Pestis penyebab penyakit Pes. Kisah pembantaiannya dimulai dari kota Tana hingga seluruh Mediterania. Pada 1347 gelombang penyakit ini sudah menyerang Konstantinopel, lalu pada musim semi 1348, mereka sudah mematikan separuh penduduk Prancis dan Afrika Utara, sebelum singgah ke Italia.
Pada 1349 hanya sedikit petani yang tersisa dan bersiap meninggalkan ladang atau membuat perhitungan kepada tuan tanah yang tak lain adalah bangsawan – bangsawan feodal. Pada 1351 Pemerintah Inggris berupaya menghentikan gelombang tuntutan kaum tani dengan semacam Statuta Pekerja.
Namun siapa peduli, tikus – tikus penumpang gelap dari Asia itu telah membuat mereka bergelora dan menetapkan nilai yang tak bisa ditawar. Pada tahun 1381 meletus Revolusi Petani di Inggris yang digerakkan oleh Wat Tyler.
Meskipun nyawanya berakhir tragis melalui hukuman mati, namun revolusi ini telah menjadikan sistem kerja paksa feodal di Inggris berhenti total. Negeri ini segera mencatat pertumbuhan pasar tenaga kerja inklusif disertai tingkat upah tinggi, yang kemudian menjadi model terbaik dunia di abad pertengahan.
****
Pada 30 Desember 2019, seorang dokter dari China bernama Li Wenliang mencoba mengeluarkan peringatan pertama tentang wabah virus corona, tetapi polisi setempat menangkap dan menyuruhnya berhenti membuat komentar palsu.Dokter muda ini justru tewas pada 7 Februari 2020 oleh virus temuannya sendiri setelah terinfeksi saat bekerja di Rumah Sakit Pusat Wuhan.
CNBC melaporkan, secara global virus corona telah menyebabkan total 717 kematian di dunia. Sedangkan jumlah korban yang terjangkit sudah mencapai 33.800 orang, hanya dalam sebulan.
Sementara itu sudah ada 26 negara lain yang mengonfirmasi penyebaran corona di negaranya.
Mereka adalah Jepang, Singapura, Thailand, Korea Selatan, Taiwan, Australia, Jerman, Amerika Serikat, Malaysia, Vietnam, Makau, Prancis, Kanada, Uni Emirat Arab. Serta kemudian India, Italia, Rusia, Filipina, Inggris, Nepal, Kamboja, Belgia, Spanyol, Finlandia, Swedia dan Sri Langka.
Tapi ajaibnya –sampai ini ditulis- Indonesia yang memiliki populasi 270 juta jiwa, tidak melaporkan apapun. Mengutip The Sydney Morning Herald dan The Age, Indonesia secara menyedihkan ternyata tidak memiliki kemampuan mendeteksi virus corona.
Seorang ahli biologi Indonesia mengatakan laboratorium medis Indonesia tidak memiliki kit pengujian yang diperlukan dengan cepat untuk mendeteksi virus corona. Sementara laboratorium negara hanya mampu mendeteksi keberadaan keluarga virus corona yang berpotensi terinfeksi. Organisasi Kesehatan Dunia WHO menyebut Indonesia harus berbuat lebih banyak. Apakah Indonesia sedang menutupi sesuatu dan untuk apa?
Negeri Tirai Bambu itu memulai hari-hari suram pas di awal tahun 2020. Lebih dari 50 juta warganya dikarantina akibat wabah corona. Kegiatan produksi dan konsumsi melemah. Negeri ini lumpuh dan terisolasi.
Fenomena corona mestinya dapat menjadi pelajaran bagi Indonesia, yang selama ini sangat bergantung pada China. Menurut kajian Bank Dunia, setiap penurunan pertumbuhan ekonomi di China sebesar 1 poin persentase, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terpangkas 0,3 poin persentase.
Indonesia harus mampu mandiri seperti memproduksi semua kebutuhan yang selama ini diimpor dari China. Saatnya menggerakkan unit-unit produksi lokal dan mikro serta mereformasi kebijakan ekonomi nasional kita dengan mematahkan Teori Ketergantungan (Dependency Theory) yang selama ini dijadikan penutup kelemahan negara ketiga.
Seperti para petani Eropa yang lepas dari hegemoni feodal pasca tragedi The Black Death di abad 14, mumpung China sedang melemah, negara - negara yang selama ini di bawah hegemoni ekonomi mereka mestinya mampu menguat dan lebih kreatif. ~MNT
Comments