Ilustrasi: cdn.yukepo.com |
Oleh Muhammad Natsir Tahar
Hanya
dalam 600 milidetik, otak manusia dapat memikirkan sebuah kata, mengaplikasikan
aturan gramatik, dan mengirimnya ke mulut untuk diucapkan. Tapi begitu kata
diucapkan, secara mekanis mulut hanya punya kemampuan bicara 200 kata per
menit, sedangkan otak lawan bicara punya daya serap 300 hingga 500 kata per
menit.
Tidak
jarang bila kita bicara lambat atau normal sekalipun, lawan bicara dapat
memotong sebelum kata-kata selesai. Akan banyak ruang kosong dan waktu ekstra
yang terbuang dalam setiap sesi menyimak orang-orang berbicara.
Bila
kalimat-kalimat dianggap tidak penting atau tidak menarik bagi pendengar,
berbicara dengan tidak berbicara hampir tidak ada bedanya. Apalagi jika yang
berbicara otaknya lambat, sementara pendengarnya adalah seorang genius.
Tapi bila
kalimat yang diucapkan rapat dan berenergi, rumit serta menyita perhatian lawan
bicara, maka yang terjadi adalah sebaliknya. Pendengar akan sibuk menganalisis
kata demi kata, bahkan bisa melebihi waktu ekstra yang tersisa. Hal ini
memunculkan fenomena gagal paham.
Proses
yang sama juga terjadi saat kita membaca. Rerata manusia memiliki kecepatan
membaca 250 hingga 300 kata per menit, sedangkan kemampuan otak dalam menyerap
informasi, tertulis dalam Unlimited Potency of
The Brain, berada dalam kecepatan mencapai 100 meter per detik.
Jika
sebuah tulisan tidak rapat, atau tak punya energi untuk mengikat pembaca,
proses membaca akan menyisakan waktu ekstra untuk melayang-layang entah kemana.
Semakin cepat prosesor otak seorang pembaca, pikiran mereka semakin mungkin
untuk tidak berada di tempat.
Penulis
dan pembaca harus punya minat khusus terhadap aksara dan angka yang akan
mengikat di antara keduanya. Jangan sampai ada satu huruf pun yang tersia-sia
dalam ruang dan waktu sejarah.
Ada yang
menyebut aksara adalah semacam sistem tulisan. Ada pula yang mengaitkannya
dengan alfabet dan abjad yang menjadi komponen terkecil dalam setiap tulisan.
Mungkin angka juga menjadi elemen dari aksara. Aksara dan angka adalah suatu
sistem simbol visual yang tertera pada kertas maupun media lainnya.
Secara
etimologis, aksara berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti tidak termusnahkan.
Aksara bermakna kekal atau abadi, dikatakan demikian untuk mengingatkan bahwa
peranan besar aksara dalam mendokumentasi atau mengabadikan suatu peristiwa
atau kata dalam media tulis.
Para
kungfu retorika mulai Demosthenes dan Isocrates sampai Sukarno dan Martin
Luther King telah menyihir dunia dengan kata-katanya. Tapi kata-kata itu
sebenarnya sudah lenyap bila tak diaksarakan.
Demikian
pula angka, bukan hanya suatu sistem lambang yang menyuratkan bilangan, tapi
juga adalah simbol fakta yang dapat diukur, dirumuskan dan di-eksaktakan.
Peristiwa dan fakta yang diaksarakan akan abadi dalam ingatan kolektif manusia.
Para ahli
membagi ingatan jangka panjang menjadi ingatan episodik dan ingatan semantik.
Ingatan episodik adalah ingatan tentang peristiwa-peristiwa, sedangkan ingatan
semantik adalah ingatan atau pengetahuan tentang fakta-fakta.
Ingatan
episodik akan memborong sebuah teori kebenaran, ketika manusia mulai enggan
mempertanyakan fakta atau angka yang menjadi parameternya. Fakta peristiwa
tentang kemiskinan di suatu negara misalnya, tidak bisa diselimuti oleh fakta
angka yang berasal dari utak atik data statistik.
Tidak
sebangunnya aksara dan angka sudah terpampang lama di halaman sejarah dunia
dengan apa yang kita sebut Ilusi Dolar. Ilusi
Dolar telah memenuhi hampir semua permukaan bumi, yang membuat begitu banyak
ekonomi negara-negara terhegemoni.
Mereka
hanya menyuarakan dan mengaksarakan pencitraan Dolar Amerika setara dengan emas (as good as
gold). Hingga kemudian tertanam kuat dalam ingatan episodik masyarakat
dunia bahwa Dolar adalah hard currency yang
setara emas, sedangkan tidak ada ingatan semantik yang sudah membuktikan
itu.
Aksara
dan angka bukan semata sistem simbol visual yang tertera pada kertas maupun
media lainnya. Aksara dan angka yang kita susun hari ini akan menjadi ingatan
kolektif di waktu hadapan. Mestinya tidak ada satu huruf dan angka pun yang
tersia-sia atau bahkan menjadi elemen perusak. ~MNT
Comments