Ilustrasi: www.donaldheald.com |
Oleh Muhammad Natsir tahar
Setelah
memenangkan Pulitzer 1994, dari sebuah foto berjudul The
Vulture and The Little Girl, Sang Fotografer Kevin Carter diberitakan
bunuh diri dengan penyesalan mendalam. Ia seakan membiarkan gadis kurus Sudan
itu dikoyak Vulture pemakan bangkai demi mendapatkan sebuah foto spektakuler
yang membawanya kepada anugerah paling bergengsi.
Sebuah
cerita burung sedramatis itu akan lebih lekas berkembang ketimbang seadanya.
Banyak orang lebih ingin menikmati bahwa Carter benar-benar melakukan itu,
membiarkan seorang gadis kecil hitam meringkuk sekarat, sedangkan di
belakangnya seekor Vulture sedang bersiap melahap. Ia menunggu momen yang tepat
ketika burung pemakan bangkai itu mengembangkan sayapnya, lalu mulai memotret
dari jarak 10 meter.
Apalagi
rekam jejak Carter terkesan sudah biasa dengan hal sadis dan berdarah.
Diakuinya sendiri dalam karir fotografinya di Afrika, ia dituntut berpikir
visual, melakukan zoom dan
benar-benar fokus mendapatkan gambar orang mati, korban konflik serta percikan
darah di pasir. “Gambar orang meninggal berwarna abu-abu dan saya sedang
membuat gambar visual di sini. Jadi ini adalah waktu untuk bekerja, sedangkan
istirahat adalah urusan nanti. Jika Anda tidak bisa melakukannya silakan keluar
dari permainan,” tandasnya.
Di balik
kisah burung Vulture dan gadis kecil, Carter melakukan perjalanan ke Sudan pada
1993 dan di dekat desa Ayod ia mendapati gadis kecil itu sedang kelaparan dan
kelelahan serta berupaya mendekati tenda bantuan PBB. Carter berusaha
mendapatkan titik sempurna dan sangat berhati-hati agar burung itu tidak
terbang. Sementara di belakangnya para orangtua sedang sibuk mengambil makanan
dari pesawat sehingga meninggalkan anak-anak mereka untuk sementara.
Dengan
perlahan anak itu bergabung kembali kepada orang tuanya. Lalu mengapa Carter
tidak segera menggendong tapi meninggalkannya dalam kondisi lemah, ia beralasan
karena adanya larangan untuk menyentuh korban kelaparan guna menghindari
kontaminasi. Jika kemudian gadis itu mati dengan atau tanpa burung Vulture, di
sana tiap jamnya 20 orang dilaporkan sekarat.
Dunia
mengecam Carter habisan-habisan akibat foto itu. Pada 27 Juli 1994, Carter
bunuh diri dengan pipa dari knalpot untuk dimasukkan ke jendela samping
pengemudi yang diparkir di area permainan masa kecilnya. Ia dinyatakan
meninggal akibat keracunan gas CO dalam usia 33 tahun, dan meninggalkan catatan
kesedihan:
Saya benar-benar minta maaf. Rasa sakit hidup menimpa
kegembiraan ke titik yang tidak ada sukacita. Saya tertekan tanpa telepon, uang
untuk sewa, uang untuk tunjangan anak, uang untuk (membayar) utang. Saya telah
dihantui oleh kenangan nyata tentang pembunuhan dan mayat-mayat, amarah dan
rasa sakit. Anak-anak yang kelaparan atau terluka, orang-orang
sinting yang suka memicu, seringkali polisi sebagai pembunuh eksekusi. Saya
telah pergi untuk bergabung dengan Ken (rekan yang baru saja meninggal) jika
saya seberuntung itu.
Carter
adalah potret seseorang yang menjadi korban cerita burung alias hoaks yang
membuat namanya tidak lagi bersih untuk ukuran seorang pemenang Pulitzer yang
penuh totalitas. Hoaks yang mengandung fitnah lebih kejam dari pembunuhan
seperti tertulis dalam QS. Al Baqoroh: 191.
Meskipun makna fitnah dalam bahasa Arab lebih luas dari sekadar dusta atau
tuduhan palsu, namun efek yang ditimbulkan dapat lebih kejam dari semata
menghilangkan nyawa orang lain.
Fitnah
mampu mengubah peta sejarah, fitnah dapat mengundang huru – hara, akan banyak
nyawa yang tercabut, akan lebih luas tingkat kebatilannya. Menghukum orang suci
dan menyelamatkan pendosa, menumbangkan pemimpin adil dan menyambung daulat
kepada bedebah, adalah di antara kerja-kerja fitnah yang terangkum dalam
sejarah.
Jika
boleh berkhayal, para tukang fitnah sebaiknya diselinapkan ke dalam retakan
masa lalu. Seperti diikutsertakan untuk mati tenggelam dalam kisah bahtera Nuh,
terkubur di Laut Merah bersama Firaun, dibantai Alexander, Jenghis Khan,
Mussolini, Pol Pot, yang dikunci di Kamp Nazi, yang membatu dalam tragedi
Pompeii, yang ditimpa hujan meteor dan lari tunggang langgang bersama T Rex,
binasa bersama penghuni benua Atlantis dan seterusnya, agar populasi mereka
hari ini dan di masa depan segera musnah.
Di era
milenial, fitnah mendapat penghormatan dari penghalusan makna (Ameliorasi)
dengan munculnya istilah hoax atau
hoaks dalam serapan Indonesia. Istilah hoaks mengandung virus mematikan. Ketika
makna fitnah menjadi seringan kapas, seseorang yang ikut-ikutan menebar fitnah
dengan enteng akan berkata: maaf saya cuma copas
dari group sebelah.
Kita
membutuhkan kecerdasan milenial untuk segala bentuk hoaks tidak hanya yang
bermuatan tuduhan palsu. Jangan sampai–sebagai misal-karena tips kesehatan yang
berasal dari hoaks tersebar luas, yang kita sebut obat justru menjadi racun,
mengancam nyawa orang tak berdosa.
Kita
bahkan menyimpan potensi untuk menyebar dan menikmati cerita sensasional ketimbang
fakta yang datar. Sebagai kerumunan yang gemar terperanjat, reaksioner,
melankolis dan penuh emosional, hoaks mudah tumbuh di sana.
Ujung
jempol penuh fitnah semakin lama semakin terasa enteng, ketika hoaks dianggap
bebas dosa, ketika masyarakat digital makin permisif bahkan terhanyut tanpa
penggalian sedikit saja. Hoaks bahkan dianggap gurauan belaka sementara ia akan
menjadi tumpukan sampah beracun di masa depan, ketika anak cucu kita yang
seputih kertas mulai menenggak racun itu lalu mati dalam kesesatan hoaks.
Adalah
burung Vulture. Ia adalah perlambang bagi para penggosip. QS Al Hujurat: 12 mengecam
penggunjing sebagai sang pemakan bangkai saudaranya. Bual-bual tingkat kedai
kopi, sosial media, group pertemanan, sampai rumor yang dikemas dengan mahal
dan bergengsi oleh para kapitalis infotainment,
framing media-media partisan yang
membincangkan aib orang lain dengan pembunuhan karakrter tidak lain adalah
tumpukan burung Vulture yang mencabik-cabik.
Bahkan
gosip yang lebih ringan karena menceritakan fakta dan
bukan dusta saja
dianggap sebagai pemakan bangkai, apatah lagi para penebar fitnah. Kita butuh
kehati-hatian karena manusia yang memproduksi fitnah dengan yang ikut membantu
menyebarkan, biarpun semata copas dari group sebelah atau dibagikan dari
laman-laman internet, levelnya berada di atas pembunuh. ***
Comments