Ilustrasi: epsilontec.com |
Oleh Muhammad Natsir Tahar
Jejak
digital memang kejam, kata seorang warganet mengomentari tabiat seorang pesohor
yang terciduk: dulu bilang A sekarang B. Atau janji-janji yang terserap ke
ruang maya yang tak jua terlunaskan. Orang tidak perlu mengingat semuanya,
cukup mengandalkan mesin pencari dan secepat kedipan mata, jejak-jejak itu
sudah terlacak.
Kita kini
ibarat sebutir debu kosmos di semesta raya digital yang terus berkelindan. Tidak
ada tempat bersembunyi ketika kita sudah memilih jalan hidup milenial. Kita
sudah terikat dan segala konsekuensi mesti ditanggung sendiri. Utamanya kepada
figur publik yang lidahnya tidak bertulang, berhati-hatilah ketika di masa
depan jejak digital Anda menjadi senjata makan tuan. Jejak digital akan laksana
bom ranjau yang meledakkan penanamnya.
Definisi
Jejak digital (digital
footprint) menurut Sandi S. Varnado merupakan kumpulan jejak dari
semua data digital, baik dokumen maupun akun digital. Jejak digital dapat
tersedia baik bagi data digital yang disimpan di komputer maupun secara daring
atau online.
Semakin
ke sini, jejak digital akan semakin menjangkau tidak hanya seorang penting tapi
juga para jelata yang sudah terhubung kepadanya dan melakukan rekam jejak
secara selfie atau
swakelola. Kita telah mencatat sejarah kita sendiri dengan sangat lengkap dan
tanpa tapisan.
Apa yang
terjadi di laman Facebook, Twitter, Instagram dan semua jejaring sosial serta
ruang baca berbasis web adalah sejarah bagi masa depan. Zaman Milenial atau apa
yang melampaui zaman ini di masa hadapan adalah tentang manusia yang membaca
teks sejarah dengan sekali ketukan pada layar gadget atau
tanpa benda padat apapun dengan sesuatu yang dipanggil: layar virtual.
Sejarah atau
historia hari ini berarti catatan peristiwa yang diperoleh melalui penelitian
dan studi tentang masa lalu dan bersifat faktual, sosiologis-antropologis
terutama tentang raja - raja dan silsilahnya, kronologi kejadian - kejadian
besar yang terbatas dan kadang bias, maka di masa depan ia adalah teks, suara,
video, sketsa, grafis dan visualisasi imajiner yang mampu menjangkau semua
elemen manusia, mulai dari menara gading sampai akar rumput.
Tertulis
di laman tirto.id, manusia masa kini menghasilkan jejak digital jauh lebih
besar dan terus menggelembung. Ini terjadi karena masifnya penggunaan gawai
pintar. Tahun 2017 diperkirakan ada 2,32 miliar pengguna gawai di seluruh
dunia. Pada tahun ini diprediksi meningkat hingga 2,53 miliar.
Melalui
telepon genggam hampir segala jejak digital bisa tercipta. Surel atau email
yang dikirim dan diterima, pembaruan status di media sosial, jejak navigasi
GPS, hingga foto dan video yang disimpan, semuanya menghasilkan jejak digital.
Dalam
laman Techterm,
jejak digital terbagi menjadi dua, dilihat dari cara bagaimana suatu kegiatan
digital menghasilkan jejak. Ia adalah jejak digital pasif dan jejak digital
aktif. Jejak digital pasif merupakan jejak yang tidak sengaja ditinggalkan
seperti rekaman linimasa Google Maps. Segala tujuan, rute, maupun titik-titik
yang dikunjungi, terekam oleh Google Maps. Perekaman tujuan maupun rute
dilakukan tanpa ada tindakan aktif si pemilik jejak digital.
Google
Maps mampu merekam jejak terutama bagi segala gawai pintar yang memasang
aplikasi tersebut dengan mengaktifkan fitur GPS. Sayangnya, dalam laporan yang
dirilis Quartz,
Google dikatakan tetap mengumpulkan data lokasi meskipun fitur lokasi atau GPS
dimatikan pemiliknya.
Sementara
itu jejak digital aktif merupakan segala jejak digital yang tercipta atas peran
aktif si pengguna. Ini misalnya termuat dalam segala unggahan atau pembaruan
status di media sosial. Serta semua surel yang dikirim pemilik jejak digital.
Dengan sadar mereka menciptakan jejak digitalnya sendiri.
Bom
ranjau digital yang sudah kita tanamkan akan meledak terutama jika ada
pihak-pihak tertentu yang menargetkan si pemilik jejak digital. Gwenn Schurgin
O’Keeffe dalam jurnalnya berjudul “The Impact of Social
Media on Children, Adolescents, and Families” menyebut, meskipun
jejak digital memiliki risiko yang berbahaya, pemilik umumnya tak menyadari. Ia
mengatakan, ada anggapan “apa yang terjadi di ranah online, hanya ada
di dunia itu” oleh para pemilik jejak digital.
Kita
bahkan dengan ramah membiarkan mereka mencuri semua data pribadi kita, ketika
mengunduh sebuah aplikasi apa saja. Untuk kemudian dimanfaatkan atau dijual
kepada mereka yang tak bertanggung jawab.
Lebih
dari mozaik sejarah, kualitas dan moralitas seseorang dapat ditilik dari apa
yang sudah mereka bagi. Keluh kesah, kegembiraan, caci maki, kepura-puraan,
narsistis, remeh temeh, nasihat atau kata-kata kotor yang pernah kita posting
mencerminkan sebuah persona yang kita citrakan – jika tidak dihapus – akan
tertanam selamanya serta dapat diakses siapa saja. Menjadi sejarah tentang kita.
Para
eksibisionis boleh tobat, tapi foto-foto tanpa busana dan rekaman video seronok
yang sengaja direkam sudah tersebar dan menjadi koleksi pribadi siapa saja
penduduk bumi, sekaligus menjadi aib sepanjang masa pada diri dan keturunannya.
Pembicaraan
dalam kelambu atau ruang privat segera masuk ke wilayah publik ketika sepasang
suami istri secara menggelikan berkelahi di sosmed untuk disaksikan siapa saja.
Keluar
dari jejak digital individu, sampah – sampah digital berisi kebohongan yang
dipaksakan sebagai realitas juga meninggalkan jejak-jejak berbahaya bagi
generasi penerus. Melihat satu fenomena dalam ilusi optik, seseorang yang
terlanjur mempercayai kebohongan A yang kemudian tertanam di bawah sadar, akan
menutup kemungkinan untuk kebenaran B atau bahkan menjadi penentang yang nyata.
Mari kita
melihat para penabur sampah digital dalam perang urat syaraf kekinian. Di
antara para penyanjung atau pembenci dan di antara jemari penuh dusta yang
menebar hoaks kapanpun dan di manapun, tanpa memikirkan akibat buruk bagi
sejarah masa depan, bagi anak cucu mereka sendiri.
Masa
depan mungkin akan begitu kumuh, ketika sampah-sampah digital tidak segera
dibersihkan mulai kini. Alih-alih dibersihkan, keberadaan tukang share yang
tak tahu ujung pangkal tetapi begitu girang untuk membagi-bagikan sampah
digital beracun kepada siapa saja, jumlah mereka bahkan semakin membiak seperti
amuba dan akan terus dilahirkan. ~MNT
Comments