Hammurabi: http://jamieminster.com |
Oleh Muhammad Natsir Tahar
Dua puncak piramida sejarah tentang jati diri manusia
memiliki angka tahun yang persis sama. Mereka adalah 1779 Sebelum Masehi dan
1779 Masehi. Bila kita tunak mematuti sejarah dunia dan sedang
beruntung, akan dijumpai angka – angka tahun penting yang menakjubkan.
Seperti juga interval tepat satu abad tentang tumbangnya
daulat mitos Sang Sapurba (1699) dan naik tahtanya Napoleon Bonaparte (1799)
setelah menumbangkan daulat mitos raja terakhir Perancis, Louis XVI. Akan
banyak keserupaan – keserupaan macam itu, seperti juga hampir seluruh tanah di
bawah atmosfer bumi tidak akan bebas dari hasutan mitos yang membentuk cara
manusia bertindak. Tidak berhenti misalnya dengan membunuh Sultan Mahmud Syah
II atau Louis XVI.
Abad – abad fajar sejarah manusia berpikir (Homo
Sapiens), semua perkembangan otak dan adat umat manusia ditentukan
secara biologis. Menurut DR Yuval Noah Harari, dengan volume otak yang makin
membesar dan usus yang memendek, manusia adalah satu – satunya makhluk yang
paling berhasil memuncaki rantai makanan, sembari dengan kejam menghabisi
seluruh pesaing mulai dari spesies hewan purba raksasa sampai simpanse –
simpanse tegak yang tak bisa berpikir.
Manusia memasuki revolusi kognitif yang memicu ledakan
peradaban dari sebelumnya hanyalah primitif nomaden yang menyebar ke seluruh
muka bumi, dan sebentar ini dalam 70.000 tahun terakhir – kenapa sebentar ini?
Sebab mulai tumbuhnya organisme hidup sudah 3,8 miliar tahun – dan oleh para
ahli sejarah biologi, manusia baru mulai menetap dan membentuk klan pada 12.000
tahun silam.
Inilah paradoks terbesar, sejak manusia mulai menemukan
otak untuk berpikir dan berbicara, ketika itu pula mitos mulai tumbuh. Para
pembual naik tahta menjadi raja dengan mengaku – ngaku mendapat mandat langit.
Dengan demikian manusia – manusia hebat, pemburu – pemburu perkasa yang mampu menaklukkan dunia hanya dengan tombak batu dan pantikan api, cerdik cendikia belantara dalam perspektif manusia penyintas yang mampu bertahan dalam medan paling sulit purbawi, harus tunduk ke haribaan pembual yang menyandang mahkota langit khayali.
Dengan demikian manusia – manusia hebat, pemburu – pemburu perkasa yang mampu menaklukkan dunia hanya dengan tombak batu dan pantikan api, cerdik cendikia belantara dalam perspektif manusia penyintas yang mampu bertahan dalam medan paling sulit purbawi, harus tunduk ke haribaan pembual yang menyandang mahkota langit khayali.
Manusia tunduk taklid buta di bawah mitos, di bawah
telunjuk para pembual, mereka menjadi jelata, pasukan perang sekaligus
pengumpul makanan. Begitu dahsyatnya mitos yang mampu mengikat ribuan manusia
untuk kemudian membina imperium.
Salah satu pembual terbesar dalam sejarah dunia adalah Hammurabi. Pada 1776 SM, raja Babilonia sebuah kota terbesar di dunia ketika itu, mulai menyusun Undang – undang Hammurabi. Selain mengatur manusia dengan pemilahan kasta, pedoman hukum ini sekaligus untuk menegaskan dirinya sebagai raja adil yang dipeluk dewa Anu, Enil dan Marduk.
Salah satu pembual terbesar dalam sejarah dunia adalah Hammurabi. Pada 1776 SM, raja Babilonia sebuah kota terbesar di dunia ketika itu, mulai menyusun Undang – undang Hammurabi. Selain mengatur manusia dengan pemilahan kasta, pedoman hukum ini sekaligus untuk menegaskan dirinya sebagai raja adil yang dipeluk dewa Anu, Enil dan Marduk.
Dengan mitologi Babilon, Hammurabi berhasil menundukkan
makhluk paling menakutkan di muka bumi (baca: manusia) dalam sebuah imperium
besar yang juga meliputi hampir seluruh Mesopotomia, termasuk di dalamnya Irak
modern, Suriah dan Iran masa kini.
Kita mesti membuka premis bahwa semua manusia yang berhasil
eksis pada ganasnya zaman purbawi adalah orang – orang terkuat, cerdas dan ahli
strategi. Alih – alih masuk daftar makanan para raksasa buas, mereka adalah
penentu takdir singa raksasa bergigi pedang.
Tapi melalui hasutan mitos Hammurabi, manusia – manusia super ini dengan pasrah dibagi ke dalam tiga kelas: atas, jelata dan budak. Sejak saat itu, manusia – manusia goblok dan pemalas bisa hidup nyaman begitu telunjuk penuh dusta Hammurabi menetapkan mereka sebagai golongan atas.
Tapi melalui hasutan mitos Hammurabi, manusia – manusia super ini dengan pasrah dibagi ke dalam tiga kelas: atas, jelata dan budak. Sejak saat itu, manusia – manusia goblok dan pemalas bisa hidup nyaman begitu telunjuk penuh dusta Hammurabi menetapkan mereka sebagai golongan atas.
Sekitar 3500 tahun setelah Hammurabi tewas, para patriot Amerika
berkumpul di Philadelphia pada 4 Juli 1776, untuk menyatakan kepada dunia bahwa
mereka adalah manusia bebas yang lepas dari kungkungan Imperium Britania.
Mereka mengibarkan azas – azas keadilan universal sekaligus untuk membatalkan
hasutan mitos hirarki manusia dari dewa - dewi Babilon.
Tentang kesetaraan ras manusia yang tak terbantahkan itu,
telah dituangkan dalam dokumen pendirian Amerika Serikat. Orang – orang tidak
lagi mengikuti sabda Hammurabi namun mulai membenarkan Thomas Jefferson,
Voltaire atau Napoleon dengan liberte, egalite, fraternite (kebebasan,
persamaan dan persaudaraan).
Sebentar ini, dalam 200 tahun azas kesetaraan Amerika
hanyalah bualan setara mitos Hammurabi. Kesataraan hanyalah untuk mereka yang
berkulit putih. Tidak kepada budak – budak hitam yang mereka impor dari Afrika
atau kulit berwarna lainnya, Hispanik dan Indian. Para Negro tetap di-stigma
sebagai budak yang dipisahkan dalam hal apapun dengan ras putih.
Tidak ada yang paling menakutkan ketika itu bagi ras hitam
selain serikat rahasia pemuja supremasi kulit putih bernama Ku Klux Klan. Demi
menjaga kemurnian ras, mereka menggantung semua hitam yang berani bermain cinta
dengan Kaukasia putih.
Amerika tersadar sebentar kemarin ketika Martin Luther King
Jr mengingatkan bahwa ras hitam punya hak setara dan perlakuan humanis dengan
klimaks bernama Barrack Obama. Namun mitos tentang superioritas kulit putih
tetap bertahan dalam ingatan kolektif bangsa Amerika. Mitos ini yang kemudian
menjadi penentu seorang pembual reinkarnasi Hammurabi macam Donald Trump bisa
naik ke tampuk singgasana Paman Sam. ~MNT
Comments