Ilustrasi: dinmerican.files.wordpress.com |
Oleh Muhammad Natsir Tahar
Jembia mesti menjadi pisau tajam yang membelah kebekuan dan
kepedulian budaya Melayu di Kepulauan Riau. Bahwasanya ketika banyak orang
makin menjauh, Jembia dengan ketajamannya memangkas jarak itu dan
mendekatkannya.
Inilah ekspekstasi dan apresiasi yang tinggi dari Datuk
Seri Lela Budaya Rida K Liamsi kepada Jembia, sebagai laman budaya, sebagai spirit
dan minda. Jembia kata Rida, menggambarkan karakteristik Melayu yang
pantang menyerah dalam menghadapi tantangan. Dari berbagai kosa, Jembia dipilih oleh cendikia budayawan Melayu, Profesor Yusmar Yusuf yang mempersonifikasikan
keinginan yang kuat, sungguh-sungguh, dan kritis.
Dikutip dari Aswandi Syahri, GB Gardner mengklasifikasikan Jembia atau Jembiah sebagai belati (daggers) melengkung. Sementara A.H. Hill mendefinisikan Jembia sebagai "pisau dan belati kecil Melayu" (Malay knives and small daggers).
Dikutip dari Aswandi Syahri, GB Gardner mengklasifikasikan Jembia atau Jembiah sebagai belati (daggers) melengkung. Sementara A.H. Hill mendefinisikan Jembia sebagai "pisau dan belati kecil Melayu" (Malay knives and small daggers).
Jembia adalah perlambang hari ini, setelah melampaui beribu
musim dan berlusin – lusin kebaharuan tentang senjata berfungsi serupa. Ia
adalah kekinian di masa lalu yang tidak lebih dari sebilah perkakas. Jembia
kini menjadi legasi sekaligus lagenda, sebagai cara Melayu hari ini untuk
meninggikan budaya dari perlambang – perlambang terbaik.
Sungguh kita tak bisa mengkotak, bahwa sejarah dan budaya
Melayu adalah sayatan tipis dari bola raksasa dunia. Irisan kecil bahkan
kerlipan cahaya selintas dari belasan ribu tahun manusia menghuni buana.
Bahwasanya globalisasi bukan muncul ketika Theodore Levitt menulis Globalization
of Markets (1983), tapi sejak manusia mulai ada, mereka sudah
mengglobal.
Inilah dahsyatnya pertentangan intelektual dan ideologi, dari kelompok Samawi dengan teori Sudden Creation bagi penciptaan Adam, dan Darwinian dengan Teori Evolusi: bagaimana caranya anak cucu Adam memenuhi lima benua secara hampir serentak menjadi penghuni – penghuni asli (aborigin).
Inilah dahsyatnya pertentangan intelektual dan ideologi, dari kelompok Samawi dengan teori Sudden Creation bagi penciptaan Adam, dan Darwinian dengan Teori Evolusi: bagaimana caranya anak cucu Adam memenuhi lima benua secara hampir serentak menjadi penghuni – penghuni asli (aborigin).
Di abad pertengahan, armada Kapten James Cook menemukan
pulau Tasmania dekat Selandia Baru dengan penduduk asli yang sudah terisolasi
selama 10.000 tahun. Inilah ras yang benar – benar asli sebagaimana juga Aztek,
Inca dan Maya yang kemudian punah.
Bagaimana pula dengan Melayu? Melayu adalah manusia global - sebagaimana tercermin dan infiltrasi budaya yang terdapat pada Jembia - campuran dari berbagai warna ras melalui arus utama rumpun bahasa Austronesia. Melayu adalah bangsa yang besar dan mendiami tanah yang harum namanya.
Bagaimana pula dengan Melayu? Melayu adalah manusia global - sebagaimana tercermin dan infiltrasi budaya yang terdapat pada Jembia - campuran dari berbagai warna ras melalui arus utama rumpun bahasa Austronesia. Melayu adalah bangsa yang besar dan mendiami tanah yang harum namanya.
Sebagaimana bangsa yang besar, Melayu tak pernah berpisah
dari fase penting sejarah dunia, mulai dari revolusi kognitif, revolusi
pertanian hingga revolusi industri yang dipicu penemuan mesin uap, mesin cetak,
dan listrik. Tanah Melayu tak terisolasi dari peradaban dunia, bahkan ia paling
dicari. Demi tanah Melayu, Ratu Isabella dari Kastilia Spanyol rela mendanai
pelayaran Kristoforus Kolumbus untuk cepat – cepat menemukannya, namun mereka
tersesat ke Amerika. Amerika “berutang” pada Melayu.
Melayu kemudian menjadi tanah perebutan para imperial
Eropa, Britania, Portugis dan Belanda. Tapi di sini hebatnya Melayu, nasibnya
jauh lebih baik dibanding suku – suku Indian yang terusir dari tanah
leluhurnya. Tidak ada rumpun Melayu yang tergenosida bahkan hilang dalam perut
bumi seperti Aztec, Inca dan Maya. Melayu bukan pula serupa budak – budak hitam
yang dikapalkan dari Afrika menembusi Atlantik. Melayu bukan pula Barbar yang
dihapus dari sabana liar demi mendirikan peradaban modern.
Maka sangatlah tepat jika Melayu harus dirawat dengan
kepala tegak, terutama Kepulauan Riau sebagai sentrum Melayu yang
menyumbangkan Lingua Franca. Kerja budaya tidak semata – mata
melap – lap seni masa silam, tapi adalah juga pergumulan intelektual maka
kemudian ia selalu layak untuk diapresiasi dan diberi atensi lebih.
Anugerah Jembia Emas yang diberikan kepada Aswandi Syahri
adalah pembuktian bahwa penghormatan yang tinggi mestinya menjadi milik orang
yang mampu merawat budaya tidak dalam bilangan sekejap.
Budaya pop era industrialisasi dan milenial era internet menjadikan kerja budaya sebagai lorong senyap, Aswandi nyaris seorang diri melewati kedua era itu guna merakit, menjahit, menerjemahkan serta menambal sulam sisa - sisa artefak zaman Johannes Gutenberg yang kita baca hari ini sebagai sejarah.
Budaya pop era industrialisasi dan milenial era internet menjadikan kerja budaya sebagai lorong senyap, Aswandi nyaris seorang diri melewati kedua era itu guna merakit, menjahit, menerjemahkan serta menambal sulam sisa - sisa artefak zaman Johannes Gutenberg yang kita baca hari ini sebagai sejarah.
Seperti pula kepada Husnizar Hood, penerima Anugerah Jembia
Emas pertama. Godaan era pop dan milenial dalam dua dasawarsa sudah cukup untuk
membuat ia menyingsing untuk sekejap sahaja meninggalkan budaya literasi.
Dalam keseharian yang juga fokus pada seni budaya khususnya Melayu, Husnizar adalah juga inspirator bagi tunas – tunas penggiat budaya di sekelilingnya. Tahniah kepada penerima Anugerah Jembia Emas, tahniah kepada Datuk Seri Lela Budaya Rida K Liamsi, dan kepada punggawa ternama Ramon Damora, serta semua yang terlibat dalam historia hebat ini. ~MNT
Dalam keseharian yang juga fokus pada seni budaya khususnya Melayu, Husnizar adalah juga inspirator bagi tunas – tunas penggiat budaya di sekelilingnya. Tahniah kepada penerima Anugerah Jembia Emas, tahniah kepada Datuk Seri Lela Budaya Rida K Liamsi, dan kepada punggawa ternama Ramon Damora, serta semua yang terlibat dalam historia hebat ini. ~MNT
Comments