Oleh Muhammad Natsir Tahar
Percakapan
soal senjata hari – hari ini mengingatkan saya pada tragedi Blood
Diamond. Di sini senjata menjadi maha penting, di Benua Hitam Afrika
itu, demi mendapatkan senjata mereka menukarkannya dengan keringat para budak.
Keringat yang dari tetes – tetesnya tercipta intan berlian. Benar, intan
berlian – yang tanpa berkedip – ditukar begitu saja dengan pucukan senjata
pembunuh.
Ini
tentang kenaifan yang terlalu super untuk dibincangkan. Benua Hitam itu begitu
kaya, bukan emas dan perak tapi intan berlian. Dengan kekayaan tak terbendung
mereka bahkan sanggup melewati Inggris dan Perancis sekaligus. Tapi siapakah
penduduk paling melarat di dunia? Mereka adalah bangsa yang sama.
Tidak
cukup dengan meratapi kemiskinan, bangsa Afrika bahkan merintih. Mereka
dibantai dan wanitanya diperkosa oleh para milisi bersenjata. Di sini senjata
memainkan peran terburuknya. Para kepala suku mereka berebutan senjata untuk
membunuh suku yang lain. Isu – isu tribalisme yang dipanaskan oleh kolonial
Barat menjadikan antarsuku hitam saling bunuh dan mereka butuh senjata. Afrika
benar – benar hitam secara tersurat dan tersirat. Di sini kengerian paling
hitam terwujud di dunia nyata.
Rakyat
yang lemah dan suku – suku yang kalah diperbudak dengan sistem kerja paksa
untuk menambang berlian dari perut Afrika. Kilauan berlian tersebut oleh para
diktator lalu dibarter dengan persenjataan militer. Kerja paksa itu demikian
kejam, campuran keringat, air mata dan darah yang terpercik dari lecutan.
Begitu berlian itu dirasa cukup untuk mendapatkan paket senjata, mereka semua dipecat. Pesangonnya adalah timah panas yang bersarang di rongga dada mereka, dari senjata yang mereka hasilkan. Tragedi inilah yang disebut dengan Blood Diamond atau Berlian Berdarah.
Begitu berlian itu dirasa cukup untuk mendapatkan paket senjata, mereka semua dipecat. Pesangonnya adalah timah panas yang bersarang di rongga dada mereka, dari senjata yang mereka hasilkan. Tragedi inilah yang disebut dengan Blood Diamond atau Berlian Berdarah.
Sierra
Leone, Liberia, Guinea Ghana, Zaire, Rwanda dan Pantai Gading adalah beberapa
negara di benua Afrika yang nasibnya terangkum dalam tragedi berdarah,
kebodohan dan kemiskinan. Para pemberontak dan diktator menyuburkan pembantaian
etnis, demi itu mereka memburu senjata sambil melupakan deposit kekayaan
berlian yang mereka punya. Yang mestinya membuat mereka makmur tujuh turunan
dalam damai.
Inilah
perpaduan sempurna antara orang – orang yang tak sekolah dengan petinggi
bermoral rendah. Tidak tahu sampai bila rantai kebodohan akan terputus di benua
ini, sebab anak mereka justru dijadikan tameng hidup dan algojo – algojo kecil.
Anak – anak tak dibekali buku, tapi disandangkan senjata otomatis untuk
menembak musuh – musuh dewasa.
Afrika
terus mengalami keganasan sejauh para penguasa dan jenderal saling berebut
tahta. Cara yang dilakukan sangat kolosal yakni dengan membunuh keluarga,
kerabat, para penjaga dan yang sesuku dengan lawannya. Senjata – senjata
dipasok dari pertukaran intan berlian dengan Blok Barat atau komunis.
Setelah
dunia ingin memastikan tidak ada berlian berdarah yang diimpor dari Afrika,
melalui sertifikasi Kimberley Process (KP) yang
diluncurkan 2003, kerakusan akan senjata dilakukan di pasar gelap. Para
diktator dan milisi mengambil jalur ilegal. Permainan para pengusaha hitam
memungkinkan berlian – berlian berdarah itu mengalami suatu proses ‘pencucian’
sehingga akhirnya mampu menembus pasar internasional resmi dan ikut mengantongi
sertifikat. Jalur yang dilewati adalah Mali dan Guinea.
Diktator
hitam macam Presiden Zimbabwe, Robert Mugabe sangat murka atas pelarangan
berlian. Ia berdalih demi kesejahteraan rakyat meski kuat dugaan berlian –
berlian tersebut diproduksi dengan cara berdarah yang justru menewaskan ribuan
rakyatnya sendiri.
Maka elit – elit penguasa berkoalisi menentang peraturan dalam skema KP dengan mengandalkan kekuatan persenjataan di zona pertambangan. Seperti kutukan di manapun, rakyat yang tak terdidiklah yang menjadi korban dari semua kejahatan ini. Mereka adalah korban permainan berdarah para penguasa, kartel berlian internasional dan tentunya produsen senjata.
Maka elit – elit penguasa berkoalisi menentang peraturan dalam skema KP dengan mengandalkan kekuatan persenjataan di zona pertambangan. Seperti kutukan di manapun, rakyat yang tak terdidiklah yang menjadi korban dari semua kejahatan ini. Mereka adalah korban permainan berdarah para penguasa, kartel berlian internasional dan tentunya produsen senjata.
Senjata
akan menjadi karunia Tuhan yang dapat melindungi dan mendamaikan, sepanjang ia
tidak jatuh ke tangan orang jahat, haus kekuasaan dan haus daki – daki
dunia. Kehadiran senjata adalah karunia Tuhan. Bau busuknya darah yang
melekat pada senjata apapun, itu bukan salah senjata. Itu ulah nafsu yang
merasuki manusia. (Mamanq Aad - Author). ~MNT
Comments