Oleh Muhammad Natsir Tahar
Ia adalah
kultus kepahlawanan. Penghunus pedang paling mematikan dan Singa Padang Pasir
paling dihormati sekaligus peminum anggur paling berat. Ia terlahir dari
kelas menengah yang pandai baca tulis. Selain menyandang pedang dan membela
berhala dengan sengit, ia juga berbicara dalam bahasa sastra yang indah khas
padang pasir.
Umar bin
Khattab adalah jawara tanah Arab. Sudah banyak yang ia bunuh atau terputus
anggota tubuhnya. Di satu sisi ia adalah sastrawan paling indah frasanya. Orang
Padang Pasir bicara dengan lantunan kalimat mengagumkan dan rumit yang sebagian
dipetik dan disebarkan secara lisan dari bacaan – bacaan epik misalnya sastra
kepahlawanan perang antarsuku yang haru biru. Mereka tidak berbicara kecuali di
dalamnya ada sastra. Setara zaman, di masa itu hanya seujung kuku orang di
jazirah Arab yang mengenal literasi, salah satunya adalah Umar.
Di
sinilah kemahaindahan sastra Alquran memainkan perannya. Umar yang sudah
maestro dan mengenal segala lekuk keindahan prosa Arab tersimpuh berlinang air
mata ketika ia merampas dan membaca potongan surat Thoha ayat 1 sampai 8 dari
adik perempuannya, Fatimah binti Khattab. Seumur hidup ia belum pernah membaca
lantunan kalimah seindah itu. Umar terguncang, padahal beberapa jam sebelum itu
ia telah mengumumkan untuk membunuh Nabi Muhammad.
Doa
Baginda Rasulullah terkabul. Muhammad SAW berdoa kepada Rabb-nya, jika bukan
Abu Jahal pamannya yang akan memperkuat Islam maka berikan hidayah itu kepada
Umar bin Khattab. Umar masuk Islam sedang Abu Jahal menjadi penentang yang
nyata.
Sejak
Umar memeluk Islam maka segalanya berubah. Dia tidak hanya memperkuat sendi
dakwah Rasulullah, tapi tabiatnya berubah total. Umar kemudian dikenal sebagai
sahabat nabi yang memiliki reputasi sangat baik dalam strategi perang. Rasulullah
pun menganugerahinya gelar Al Faruq yang berarti orang yang
mampu memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Ketika
menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar Asshiddiq, Umar semakin menampakkan
kualitas pribadinya. Imperium Islam tumbuh pesat. Umar mengambil alih
Mesopotomia dan sebagian Persia dari tangan Dinasti Sassanid kemudian Mesir,
Palestina, Syiria, Afrika Utara dan Romania dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Saat itu ada dua negara adidaya yakni Persia dan Romawi, tapi keduanya berhasil ditundukkan Umar. Michael H Hart menempatkan Umar pada urutan ke 51 dari 100 tokoh paling berpengaruh dalam Sejarah. Urutan pertamanya adalah Muhammad Rasulullah.
Saat itu ada dua negara adidaya yakni Persia dan Romawi, tapi keduanya berhasil ditundukkan Umar. Michael H Hart menempatkan Umar pada urutan ke 51 dari 100 tokoh paling berpengaruh dalam Sejarah. Urutan pertamanya adalah Muhammad Rasulullah.
Dengan
cahaya Islam, negeri – negeri di bawah kepemimpinan Umar diperlakukan sangat
adil. Muslim memperoleh haknya demikian pula bagi non muslim. Saat yang lain
sedang mendengkur, ia merayap malam – malam untuk menyaksikan langsung keadaan
rakyatnya.
Jika ada yang kelaparan, secepat kilat Umar mengantar sekarung gandum tanpa saksi mata. Blusukan zaman sekarang jangan pernah disebut - sebut untuk setanding dengan Umar, apalagi jika tidak ikhlas hanya untuk memburu sorot kamera.
Jika ada yang kelaparan, secepat kilat Umar mengantar sekarung gandum tanpa saksi mata. Blusukan zaman sekarang jangan pernah disebut - sebut untuk setanding dengan Umar, apalagi jika tidak ikhlas hanya untuk memburu sorot kamera.
Umar
adalah sosok pemimpin teladan sepanjang masa. Ia adalah Sang Pemisah, yang
mempu memisahkan yang hak dan yang bathil. Pernah suatu ketika ia melihat
kondisi jalan yang rusak, Umar berkata, “Aku akan segera perbaiki jalan itu.
Sebab aku takut dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah nanti, hanya
karena ada unta yang terjungkal”.
Umar
adalah Sang Pemisah antara yang hak dan yang bathil, antara yang benar dan yang
salah, dan terus menerus menjadi wacana kekaguman publik, tapi hampir tidak
pernah ditiru.
Semenjak
menjadi Islam, sastra tutur Umar semakin halus dan berkelas. Tidak memaki dan
mencela. Tidak meninggikan suara dan memotong bicara. Sebagaimana
wasiatnya: Jika engkau ingin mencela seseorang maka celalah dirimu
sendiri. Karena sesungguhnya engkau tidak mengetahui kekurangan seseorang yang
terbanyak melebihi dirimu.
Sebagai
pemimpin sebuah imperium besar, Umar selalu dapat mempertahankan
kesederhanaannya. Tidak bermewah – mewah apalagi menggunakan fasilitas itu
melebihi dari apa yang harusnya ia peroleh.
Wasiat
Umar lainnya yang cukup terkenal adalah: Bila kalian ingin memusuhi
seseorang atau sesuatu, maka musuhilah perut kalian, maka tidak ada musuh yang
lebih berbahaya bagi kalian selain perut kalian sendiri.
****
Mari kita
tilik praktik birokrasi dan administrasi publik zaman sekarang dibanding masa
Umar, 1.400 tahun yang lalu. Administrasi Publik telah dikenal sejak mulai
adanya sistem politik di suatu negara. Fungsinya adalah untuk mencapai tujuan
para pembuat kebijaksanaan politik. Studi mengenai aktivitas administrasi
publik dimulai melalui pendekatan yang berasal dari satu disiplin ilmu tertentu
yang kemudian dikenal dengan nama birokrasi.
Pada abad
ke-18 di Eropa Barat sudah dilakukan studi terhadap birokrasi pemerintahan yang
ditinjau dari segi hukum dan politik seperti yang dilakukan oleh de Gurnay.
Sedangkan pada abad ke-19, mulai dikembangkan pendekatan sosiologis terhadap
birokrasi misalnya oleh H Spencer dan Deplay (Albrow, 1970).
Di
Amerika Serikat sendiri, studi terhadap administrasi publik dimulai pada abad
ke-19 yang dipelopori oleh Wodrow Wilson dengan tulisan berjudul The
Study of Administration.
Semenjak
itu administrasi publik mulai diakui sebagai spesialisasi baik sebagai subfield daripada
Ilmu Politik atau sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Hal ini kemudian
disempurnakan oleh Max Weber yang menulis tentang konsep-konsep Birokrasi
Patrimonial dengan Birokrasi Modern.
Seperti
yang diuraikan oleh Tjahya Supriatna dalam Administrasi, Birokrasi dan
Pelayanan Publik, konsep yang dituliskan Max Weber tersebut menjelaskan
bahwa Birokrasi Patrimonial berfungsi berdasarkan nilai-nilai tradisional
(menurut ukuran Weber) yang tidak mampu memisahkan antara tugas, wewenang dan
tanggungjawab resmi kedinasan dengan urusan pribadi pejabat yang mengelola
birokrasi.
Sementara
Birokrasi Modern didefenisikan dengan ciri-ciri tertentu seperti adanya
spesialisasi, berdasarkan pola hukum, serta adanya pemisahan yang tegas dengan
urusan pribadi pejabat. Max Weber mengidentifikasikan ciri-ciri birokrasi
modern dalam bentuk yang ideal (ideal type) dan menyebut
birokrasi tersebut sebagai birokrasi yang rasional dan berdasarkan pada
hukum rational legal bureaucracy.
Sedangkan
studi yang sistematis terhadap administrasi bisnis dimulai pada awal abad ke-20
dengan pendekatan yang dikenal sebagai manajemen ilmiah (scientific
management) yang kemudian disusul oleh gerakan human relation, pendekatan
kontingensi dan pendekatan prilaku. Yang menarik dari batasan tentang birokrasi
modern tersebut adalah, bagaimana attitude para penyelenggara
birokrasi publik dapat beradaptasi pada model Birokrasi Modern yang sangat
menekankan profesionalitas?.
Studi
kasus tentang model pelayanan publik di Tanah Air belum begitu banyak beranjak
dari Birokrasi Patrimonial yang berfungsi berdasarkan nilai-nilai tradisional.
Gejala ini dapat dilihat secara kasat mata pada proses penempatan jabatan
struktural yang masih berdasarkan rumus like and dislike, hubungan
kekerabatan atau tekanan politik tertentu.
Pelayanan administrasi publik kemudian makin dikacaukan dengan pencampuradukan tanggung jawab resmi dengan kepentingan pribadi pejabat. Ini tentunya sangat berpengaruh pada kualitas pelayanan dan biaya.
Pelayanan administrasi publik kemudian makin dikacaukan dengan pencampuradukan tanggung jawab resmi dengan kepentingan pribadi pejabat. Ini tentunya sangat berpengaruh pada kualitas pelayanan dan biaya.
Efesiensi
waktu dan finansial bagi masyarakat pengguna pelayanan administrasi publik
hampir tidak bisa diharapkan. Meski telah dilakukan pengetatan misalnya dengan
menaruh Closed Circuit Televison (CCTV) di ruang pelayanan
untuk mendeteksi amplop yang wara wiri, para pelayan publik yang memiliki moral
cacat akan mengatur pertemuan di alam bebas atas suatu deal tertentu.
Profesionalisasi
administrasi publik antara lain dapat dilakukan dengan membiarkan pelayanan
administrasi dikelola melalui manajemen ilmiah sehingga dapat diterapkan
prinsip-prinsip efisiensi. Makanya, berpuluh-puluh tahun yang lalu Wilson sudah
mengantisipasi adanya dikotomi antara rentetan politik dan administrasi publik.
Wilson menghendaki agar administrasi publik harus dikelola secara ilmiah.
Di
Indonesia hal ini menjadi sulit karena dimensi politik sudah mengakar dan bebas
nilai. Spirit otonomi daerah juga telah memberi kewenangan kepada legislator di
daerah untuk mengatur “orang dalam” atas nama rakyat, namun kemudian sulit
dibedakan mana kepentingan rakyat, mana kepentingan politik komunal.
Perlu komitmen bersama untuk menerapkan pola birokrasi modern yang diinginkan setiap individu. Birokrasi harus dapat dicegah dari prilaku sewenang-wenang. Birokrasi dalam bentuk yang ideal harus diatur dalam prinsip-prinsip hukum dan bersifat rasional (rational legal bureaucracy).
Perlu komitmen bersama untuk menerapkan pola birokrasi modern yang diinginkan setiap individu. Birokrasi harus dapat dicegah dari prilaku sewenang-wenang. Birokrasi dalam bentuk yang ideal harus diatur dalam prinsip-prinsip hukum dan bersifat rasional (rational legal bureaucracy).
Ciri-cirinya
adalah pengaturan terhadap tugas-tugas pejabat agar bersifat impersonal, dalam
artian memberikan pelayanan yang sama kualitasnya tanpa melihat strata sosial
atau sesuatu di balik itu, kemudian adanya kecenderungan untuk menjadikan
administrasi publik lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Kemudian secara berkala dilakukan evaluasi program mencakup proses pengumpulan, analisis dan interprestasi informasi tentang kebutuhan terhadap program, serta efisiensi dan efektivitas pencapaian hasil program yang diinginkan. Hal ini sejatinya dapat dipantau secara terang oleh publik.
Kemudian secara berkala dilakukan evaluasi program mencakup proses pengumpulan, analisis dan interprestasi informasi tentang kebutuhan terhadap program, serta efisiensi dan efektivitas pencapaian hasil program yang diinginkan. Hal ini sejatinya dapat dipantau secara terang oleh publik.
Manajemen
ilmiah dengan pola birokrasi modern yang dicanangkan Max Weber sebenarnya telah
dipraktikkan dengan sangat mengagum di zaman penerus Rasulullah oleh Sang
Pemisah, Umar bin Khattab. ~MNT
Comments