Oleh Muhammad Natsir Tahar
Silicon
Valley mengalami penggelembungan makna. Bukan semata sebuah technopark di
California Utara, Silicon Valley adalah sebuah ide besar. Ia tempat menghimpun
gagasan raksasa tentang masa depan cemerlang yang mampu menyulap peradaban.
Technopoles
Dunia Manuel Castells menyebut, Silicon Valley adalah tempat sebuah ide besar
bisa muncul dari garasi, dan menyebabkan anak – anak muda belasan tahun menjadi
miliarder.
Silicon
Valley dimulai dari seorang dosen Stanford, Frederick Terman yang menginspirasi
mahasiswanya dengan kemajuan teknologi masa depan, terutama yang berdasarkan
silicon (silicon
based integrated circuit). Dia juga menekankan keuntungan yang
diperoleh dari menekuni bidang ini.
Maka lahirlah darinya William Hawlett dan David Packard. Dengan merek Hawlett Packard (HP) yang menjadi perusahaan komputer terbesar di Amerika dan dunia, keduanya kemudian menyuntikkan virus sukses itu kepada anak muda macam Steve Jobs dan Steve Wozniak, empunya Apple, Inc.
Maka lahirlah darinya William Hawlett dan David Packard. Dengan merek Hawlett Packard (HP) yang menjadi perusahaan komputer terbesar di Amerika dan dunia, keduanya kemudian menyuntikkan virus sukses itu kepada anak muda macam Steve Jobs dan Steve Wozniak, empunya Apple, Inc.
Untuk
menyingkat, di Stanford kemudian dibangun Stanford
Industrial Park dan Silicon Valley menjadi pusat industri IT raksasa
yang menjadi ibukota bagi Intel, Apple, Yahoo, Cisco, Google dengan
Googleplex-nya, dan seterusnya. Tidak berhenti di situ, ia juga menjadi pusat
inspirasi digital yang dipancarkan dari The Tech Museum of Innovation, Intel
Museum, NASA, Ames Research Center dan Computer History Museum.
Silicon
Valley adalah puncak peradaban kekinian, mau tidak mau ia akan terus menjadi
episentrum bagi segala ekspekstasi dan imajinasi yang dapat diciptakan oleh
manusia di masa depan. Gagasan dan spirit Silicon Valley bisa digetarkan ke
segala sudut dunia, dengan satu titik tolak bahwa teknologi adalah wahana
penciptaan kemakmuran terhebat sepanjang sejarah umat manusia.
Teknologi
sudah dimulai sejak manusia menemukan api pada 450.000 SM, dilanjutkan dengan
terciptanya kertas, perahu untuk tujuan ekspedisi, rangkaian alat seperti mesin
cetak, mesin uap, keajaiban kimia, senjata api hingga teknologi antariksa yang
memungkinkan manusia mencapai bulan. Pada abad 21, manusia bahkan sudah akan
mampu mencipta energi yang sama dahsyatnya dengan energi yang membakar matahari
selama miliaran tahun: Fusi Nuklir.
Bahkan
manusia sudah mulai dikombinasikan dengan mesin, dengan mengawinkan otak dengan
super komputer berukuran nano. Lalu kemudian manusia memasuki era baru yang
memiliki kecepatan dan kecerdasan fisik yang melampaui manusia normal. Dalam
film fiksi ilmiah, mereka pernah disebut sebagai Cyborg hingga
mutan.
Fenomena
ini tak bisa dicegah dan akan merangkum kita sebagai bangsa Indonesia tentunya.
Bagaimana kemudian kita dan anak cucu nantinya bisa hidup dalam segala imaji
yang kemudian menjadi nyata, mungkin teori Charles Darwin tentang Seleksi Alam
di sini akan bekerja.
Tentang
langkah yang bisa dilakukan untuk dapat mengikuti rentak irama kekinian yang
terus progresif, Eko Laksono dalam bukunya Metropolis Universal merinci
sejumlah gagasan.
Pertama, kembangkan dan kuatkan inspirasi anak – anak muda pada teknologi, bangun kampus – kampus berteknologi tinggi yang akan melahirkan technoprenuer, sambungan internet yang berkualitas dunia, membangun kawasan atau kluster khusus untuk teknologi yang kemudian menjadi embrio Silicon Valley ala Indonesia, mensinergikan antara visi teknologi dan bisnis berskala raksasa, menciptakan kondisi kota yang berperadaban digital, berikan insentif tinggi bagi inovasi, berikan ruang yang luas kepada tunas – tunas muda yang berpikir berani terhadap tantangan milenial dan terakhir, ciptakan global mind.
Pertama, kembangkan dan kuatkan inspirasi anak – anak muda pada teknologi, bangun kampus – kampus berteknologi tinggi yang akan melahirkan technoprenuer, sambungan internet yang berkualitas dunia, membangun kawasan atau kluster khusus untuk teknologi yang kemudian menjadi embrio Silicon Valley ala Indonesia, mensinergikan antara visi teknologi dan bisnis berskala raksasa, menciptakan kondisi kota yang berperadaban digital, berikan insentif tinggi bagi inovasi, berikan ruang yang luas kepada tunas – tunas muda yang berpikir berani terhadap tantangan milenial dan terakhir, ciptakan global mind.
Kita
tentunya tidak ingin ini terjadi di masa depan: ketika otak manusia di wilayah
utara sudah terhubung ke chip super nano,
sehingga mampu bergerak dan berpikir secepat mutan dan di
antara mereka sudah terhubung secara real time serta
terintergrasi kepada database seluruh
informasi, orang
– orang berdasi di negeri ini masih sibuk menyusun skedul kunjungan kerja atau
studi banding yang mengandalkan gerak fisik seperti abad pertengahan.
Dan di
ruang – ruang kelas kita masih diajarkan cara menghitung dengan seikat lidi
atau menghapal perkalian, sementara anak – anak sebayanya di belahan dunia
lain, sudah mulai menyusun algoritma digital dan menyelesaikan hitungan
matematis dengan satu dua kali ketukan pada layar gadget mereka. ~MNT
Comments