Oleh Muhammad Natsir Tahar
Betapa
lebarnya kartu nama para ilmuan klasik jika semua profesinya ditulis sekaligus
seperti ini: matematikawan, astronom, meteorologiwan, geolog, ahli ilmu hewan,
ahli botani, farmakolog, agronom, arkeolog, etnograf, ahli kartografi, penyusun
ensiklopedia, diplomat, insinyur herdraulika, penemu, rektor universitas,
menteri keuangan, dll.
Mereka
benar adanya. Pemilik kartu nama itu adalah Shen Kuo, seorang jenius abad ke –
11 dengan temuannya antara lain kompas magnetik dan fosil. Itu baru pekerjaan
resmi, di samping perkara lainnya yang ia tekuni dengan suka ria seperti
menulis puisi dan menggubah musik.
Shen
adalah Leonardo da Vinci-nya Cina. Seperti Leonardo, dia merekam ide – idenya
dalam sebuah buku catatan, pernah hilang berabad – abad dan ditemukan
belakangan ini. Sebagaimana ilmuan – ilmuan Barat yang menaruh minat amat
banyak pada segala bidang, ilmuan – ilmuan Muslim hampir mudah ditemukan secara
acak adalah seorang generalis, multi talenta.
Ilmuan Muslim lah yang terlebih dahulu membuka pintu gerbang itu, mereka memperkenalkan kesaktian trio Socrates, Plato, Aristoles – ketiganya memiliki “kartu nama” terpanjang pada masanya - ketika Eropa masih tidur panjang.
Ilmuan Muslim lah yang terlebih dahulu membuka pintu gerbang itu, mereka memperkenalkan kesaktian trio Socrates, Plato, Aristoles – ketiganya memiliki “kartu nama” terpanjang pada masanya - ketika Eropa masih tidur panjang.
Sejarah
telah membuktikan betapa jazirah Arab dan sekitarnya telah melahirkan banyak
sarjana dan ilmuwan hebat dalam bidang falsafah, sains, politik, kesusasteraan,
kemasyarakatan, agama, pengobatan, dan sebagainya sebelum Eropa bangkit. Bukan
seorang mengambil satu spesialisasi, tapi hampir semua diborong dengan
cemerlang oleh orang per orang.
Di
antaranya adalah Al-Farabi yang dikenal sebagai: fisikawan, kimiawan, filsuf,
ahli ilmu logika, ilmu jiwa, metafisika, politik, musik, dan masih banyak lagi
yang dilakoni secara serentak. Filsuf muslim terkemuka lainnya adalah Ibnu
al-Haitham, biarpun ia lebih dikenal dalam bidang sains dan medis, tetapi juga
ahli dalam bidang agama, falsafah, dan astronomi.
Indonesia
sedikitnya memiliki Umar Kayam, merupakan sosok serba bisa yang pernah hidup
dan berkarya di republik ini. Ia berprofesi sebagai dosen, ilmuwan, pejabat, cerpenis,
hingga pemain film. Ayahnya, memberinya nama Umar Kayam karena terinspirasi
pada seorang generalis sufi, filsuf, ahli perbintangan, ahli matematika, dan
pujangga kenamaan asal Persia yang hidup pada abad ke-12 bernama Omar Khayam.
Bagaimana
dengan manusia kekinian, manusia era milenial – digital yang serba ringkas
dan instans ini? Sebelum era ini lahir, dunia
telah melewati suatu pertengkaran kecil antara kaum generalis serba bisa dengan
kaum spesialis yang muncul belakangan.
Kaum
generalis mengkritik kaum spesialis atas asumsi bahwa mereka terlalu
mengkotak-kotakkan pekerjaan dan mengkhususkan segala sesuatu yang dianggap
mudah dan bisa dilakukan sekaligus tapi dipecah-pecah menjadi beberapa macam
profesi. Misalnya ilmu Fisika yang mulai diturunkan menjadi keahlian mekanika,
keahlian teori, energi kuantum, keahlian konsep gaya, impuls, momentum,
relativitas, listrik dinamis dan statis, cahaya dan bunyi.
Sementara
kaum spesialis berpikir bahwa spesialisasi merupakan jalan tepat dalam
penguasaan salah satu aspek dalam kehidupan manusia secara komprehensif.
Meskipun tidak holistik yaitu tidak menguasai seluruh bidang ilmu, namun
spesialis menekankan pada keunggulan optimal pada salah satu bidang saja. Sisi
buruknya sebagaimana yang diprediksi kaum generalis mereka sangat rentan
terhadap ketidaktahuan dan ketergantungan pada orang lain.
Sebagai
contoh adalah hubungan antara dokter dan ahli farmasi. Pada zamannya dahulu,
seorang dokter adalah profesi yang dapat menangani sekaligus memberikan obat pada
pasien, namun pada masa kini peran pembuatan obat itu diserahkan kepada ahli
farmasi sehingga tugas dokter menjadi semakin sempit, yakni hanya memeriksa dan
mendiagnosa pasien untuk kemudian diberikan racikan obat yang harus ditebus di
apoteker.
Pekerjaan dokter terus menyempit menjadi spesialis ini itu, misalnya spesialis gigi, kemudian spesialis bedah mulut, spesialis THT dan seterusnya, justru pada area yang sangat berdekatan.
Pekerjaan dokter terus menyempit menjadi spesialis ini itu, misalnya spesialis gigi, kemudian spesialis bedah mulut, spesialis THT dan seterusnya, justru pada area yang sangat berdekatan.
Masyarakat
milenial sebaiknya tidak memihak kepada salah satu kutub, tapi membuat
elaborasi atas keyakinan dan rasa syukur bahwa kapasitas otak manusia yang
terpakai hanya di bawah 10 persen dari seharusnya, masih banyak ruang kosong.
Spesialisasi memang lebih dalam tapi mereka lebih terkungkung atas ketidaktahuan atau bahkan ketidakpedulian pada banyak hal, sehingga menjadi generalis adalah keniscayaan zaman ultramodern. Nantinya akan tercipta manusia spesialis yang generalis multi tasking.
Spesialisasi memang lebih dalam tapi mereka lebih terkungkung atas ketidaktahuan atau bahkan ketidakpedulian pada banyak hal, sehingga menjadi generalis adalah keniscayaan zaman ultramodern. Nantinya akan tercipta manusia spesialis yang generalis multi tasking.
Yang
berbahaya pada era milenial ini adalah ‘spesialis hoax generalis’ yang tahu
banyak hal untuk disesatkan, kemudian dibantu oleh para pengikutnya yakni para
‘spesialis copas tok yang belum tercerahkan’, maka calon korbannya harus pula
membentengi diri menjadi netizen generalis. Welcome back manusia
generalis! ~MNT
Comments