Oleh Muhammad Natsir Tahar
Sebanyak 350 juta
pasukan berani mati berenang beriringan dalam sebuah tabung pengap menuju Tuba
Falopi. Meski jumlahnya satu setengah kali lipat penduduk Indonesia, namun
hanya satu yang selamat dan sisanya segera musnah. Yang selamat adalah yang
tercepat dan yang paling tangguh sehingga mampu menembus ovarium.
Dia
adalah kita di alam malakut dan menjadi kita yang dewasa. Kita semua yang
berhasil terlahir ke dunia adalah kumpulan para juara satu yang mampu
menyisihkan ratusan juta lainnya. Namun begitu kita muncul ke muka bumi dan
tumbuh sebagai manusia, nyaris semua kita terkulai sebagai pecundang, hanya
seujung kuku yang tetap bertahan menjadi juara satu.
Apakah
kita setara dengan sabda Josef Stalin berikut ini: Kematian satu orang adalah
tragedi. Kematian satu juta orang adalah statistik. Stalin merasa mendapat
pembenaran atas logika miringnya karena dia sudah dikultuskan. Ia kemudian
merasa menjadi satu yang penting dari sejuta yang hanya angka - angka. Jamak di
antara manusia memiliki tabiat mendewakan seseorang yang bukan Tuhan sambil
sekaligus kufur atas nikmat juara satu yang telah dititipkan kepadanya sejak
masih berbentuk nutfah.
Kultus
individu pada dasarnya adalah bentuk mitologi terhadap manusia. Dalam mitologi,
manusia diangkat dari dimensi kemanusiaannya oleh manusia – manusia pecundang
yang merasa diri mereka akan terhenyak selamanya di titik lemah kehidupan.
Mereka butuh idola (Sila baca episode Sang Maha Hater), dari sekadar untuk
dielukan hingga menjadi wakil Tuhan di bumi.
Dahulu
kala, Fir’aun – yang mengaku dirinya sebagai tuhan – dipuja-puja oleh
pengikutnya sehingga dianggap tak pernah bersalah. Demikian juga Hitler dan
Musolini sebagai diktator yang diagungkan kehebatannya. Kultus individu atau
pemujaan kepribadian (cult of personality) banyak ditemui
dalam negara dengan sistem diktator.
Rezim
yang sering dianggap melakukan pemujaan kepribadian di antaranya adalah Joseph
Stalin (Uni Soviet), Mao Zedong (Tiongkok), Nicolae Ceauşescu (Rumania),
Saparmurat Niyazov (Turkmenistan), Ho Chi Minh (Vietnam), Soekarno dan Soeharto
(Indonesia), Fidel Castro (Kuba), Mobutu Sese Seko (Zaire, sekarang Republik
Demokratik Kongo), Kim Il-Sung dan anaknya, Kim Jong-Il (Korea Utara) dan masih
banyak lagi.
Pemujaan
berlebihan kepada raja – raja dari masa lalu, pesohor - pesohor dari dunia
seni, kelompok retoris – agitator hingga kepada mistikus pemuka agama di atas
kadar sesungguhnya yang mereka miliki, bahkan tidak sejalan dalam pandangan
Islam.
Kultus
individu mengangkat derajat manusia sebagai orang suci, sedangkan Islam
memandang tidak ada yang maksum kecuali Baginda Nabi meski beliau sendiri
menolak pemujaan. Kemuliaan atau kehormatan seseorang atau sekelompok orang
hanya dinilai oleh Tuhan dari sisi ketaatannya, yang itu selalu bersifat
non-material tanpa butuh pemujaan.
Sejatinya
manusia bersifat merdeka terhadap manusia lainnya (egalitarian). Kultus adalah
pengingkaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan itu. Jika manusia bisa salah,
maka kultus menjadikannya suci. Pemuja kultus membentengi tuannya dari segala
kritik dan hardik.
****
Dalam
dimensi kekinian, kultus individu dapat ditandai pada gejala ketika seseorang
menggunakan media massa, propaganda, atau metode lain untuk menciptakan figur
ideal atau pahlawan, seringkali dengan menaikkan frasa - frasa hiperbola.
Biasanya
mereka adalah tokoh – tokoh yang akan diorbitkan untuk menjadi pemimpin tanpa
melewati proses seleksi ilmiah. Manusia pecundang adalah serombongan orang yang
tak punya kemandirian berpikir analitis lalu terhipnotis kepada sesosok figur
yang mereka percayai setelah melihat tontonan, bacaan atau bualan.
Lalu
mereka menumpukan diri sebagai pembela paling depan atas koreksi apapun yang
datang dari pihak lawan. Maka, siapa yang menegur, mengritik atau meluruskan
sang kultus akan dianggap sebagai penghujat kebenaran dan, karena itu, harus
dilawan. Jika perlu sampai berkalang tanah. Inilah bahaya dari sebuah kultus
individu.
Penyakit
kultus individu juga muncul karena manusia merebahkan dirinya menjadi
penghamba. Yang apabila mereka sudah jatuh hati kepada satu jenis manusia, mati
pun olehnya tak mengapa. Sifat rendah diri – inferiority complex, malas
berpikir, mudah tercengang – terkagum, tidak bersyukur sudah dijadikan manusia
“juara satu” dan seterusnya adalah hal – hal yang menyuburkan kultus individu.
Maka nabi – nabi palsu, sekte – sekte sesat, bedebah pengganda uang, selebriti
penjahat kelamin sampai pemimpin horor akan ada saja pemujanya. ~MNT
Comments