Oleh Muhammad Natsir Tahar
Trilogi
Kopi #1
Lompatan
besar dalam peradaban bisa berasal dari kedai kopi. Perhatikan “Sang Penghasut
Cerdas” Voltaire. Jangan – jangan otak orang ini terbuat dari serbuk pahit itu.
Dengan 40 gelas kopi dicampur coklat per hari, Voltaire meledakkan ide – ide
pencerahan dan Revolusi Perancis pun dilahirkan. Kedai kopi Procope adalah
saksinya. Tanpa Voltaire, Paris belum tentu segemintang sekarang.
Voltaire
tidak tunggal. Sejak Orang Putih Eropa mencium aroma kopi, kedai kopi segera
menjadi tren, terutama di Paris. Danton, Robespierre, Bonaparte, Rousseau,
Diderot, Benjamin Franklin dan Thomas Jeferson bukanlah sembarang orang yang
berbuih – buih berbual kosong di kedai kopi, dari pagi ke petang.
Mereka
punya ilmu setinggi tegak, fasih bercakap pasal filosofi, hak – hak pribadi dan
kegelisahan akan monarki. Hampir secara serentak, semua tokoh pemicu revolusi
berkumpul dan berdiskusi di kedai kopi lewat tengah malam di sebuah tempat,
salah satu kedai kopi perdana di Eropa, Café Procope di rue
de l’Ancienne Comedie.
Virus
kopi Eropa pun menjangkiti orang Amerika, ketika Benjamin Fanklin dan Jefferson
hinggap di Café Procope dalam tugas sebagai diplomat Amerika
di Paris. Franklin dengan cepat berkawan rapat dengan pecandu kopi paling agung
di Paris, siapa lagi kalau bukan Voltaire, seorang penulis, filsuf dan dramawan.
Maka
sumbu ledak Revolusi Amerika, Boston Tea Party (1773) dan The Sons of Liberty
dibakar dari sebuah kedai kopi bernama Green Dragon Tavern. Di
kedai kopi ini, para patriot macam Paul Revere berbincang soal masa depan
Amerika dan pergerakan tentara Inggris.
Kopi bahkan menjadi kode – kode siasat: orang – orang peminum teh sudah pasti simpatisan Inggris dan loyalis King George. Sedangkan para peminum kopi adalah barisan patriot, pejuang kemerdekaan Amerika.
Kopi bahkan menjadi kode – kode siasat: orang – orang peminum teh sudah pasti simpatisan Inggris dan loyalis King George. Sedangkan para peminum kopi adalah barisan patriot, pejuang kemerdekaan Amerika.
Di
Inggris pula, siapa peminum kopinya? Jangan kaget jika ternyata dia adalah
salah satu tokoh paling jenius dan paling revolusioner dalam sejarah, Isaac
Newton. Dan masih ada sederetan nama lainnya yang tidak bisa disebutkan satu
per satu.
Decak
kagum untuk pesohor – pesohor Eropa dan Amerika dapat terhenti seketika jika
kita mulai mengenang bahwa kopi – kopi yang mereka sesap, tiada lain adalah
barang rampokan dari Nusantara. Buku Max Havelaar yang
berkisah tentang makelar kopi Belanda telah membocorkan rahasia ini: Kerajaan
Belanda menjadi kaya raya karena menjual kopi ke seluruh Eropa dari hasil
tanam paksa. Kopi itu adalah kopi paling terkenal di dunia dengan merek “Java”.
Tidak
cukup dengan itu, Belanda memberikan bibit kopi dari Jawa kepada Raja Prancis,
Louis XIV. Hingga kemudian budaya kopi dan kafe makin berkembang di seluruh
Paris. Kalau saja Louis XIV tahu bagaimana nasib dinastinya yang diruntuhkan
oleh para peminum kopi.
****
Jika otak
Eropa mendidih lantaran kopi yang dikirim dari negeri ini, bagaimana dengan
kita? Kita memang tidak sedang butuh untuk meruntuhkan dinasti. Tapi dengan
mengambil semangat para peminum kopi macam Voltaire dkk, akan banyak ide cergas
yang bisa dikumpulkan pada satu titik, ketika kafein bekerja merangsang
kegairahan otak. Paling tidak, kedai kopi tidak lagi dijadikan sebagai tempat
mengoceh tak berujung pangkal.
Di
Tanjungpinang gejala – gejala ke arah itu makin mulai tampak. Kedai – kedai
kopi yang menjadi tempat beradu para penyair misalnya, sudah mulai tumbuh di
beberapa tempat. Beberapa di antaranya acap kali disinggahi seorang “Voltaire
Melayu”.
Dia
adalah penyair veteran yang mampu meletupkan gairah para penyair paruh baya
sampai muda belia, untuk membangun peradaban syair dan khazanah sejarah menuju
separuh dunia. Bersama patriot - patriot pecandu kopi lainnya, ide – ide cergas
kerap muncul dari kedai kopi ini. Percayalah, peminum kopi itu keren, sekeren
musisi Beethoven dan penyair Margareth Atwood yang tak ingin berpisah dengan
kopi selamanya. ~MNT
#tulisan
ini bukan pariwara kopi dan kampanye hitam untuk peminum teh.
Comments