Oleh Muhammad Natsir Tahar
Hukum hadir untuk mengawal ritus perjalanan umat manusia menuju kesempurnaan. Menghadirkan satu tatanan sosial yang berkeadilan dan berkeadaban melintasi semua dimensi. Sebagai spirit, Dewi Keadilan adalah mimpi bagi pendamba keadilan dimanapun, tak terkecuali Indonesia. Hanya mimpi? Dikatakan begitu, karena manusia masih harus berjuang untuk merebut keadilan itu.
Adalah Dewi Themis, sebagai perlambang keadilan dari mitologi Yunani atau Lady Justice dalam Romawi. Hingga kini ia menjadi ikonografiyang banyak menghiasi ruang persidangan, bahkan selalu muncul dalam slide pembuka dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC) di TV One.
Gambaran Themis atau Justitia yang paling umum adalah timbangan yang menggantung dari tangan kiri, dimana ia mengukur pembelaan dan perlawanan dalam sebuah kasus. Dan kerapkali, ia digambarkan membawa pedang bermata dua yang menyimbolkan kekuatan pertimbangan dan keadilan. Ia juga selalu terlihat mengenakan penutup mata.
Menutup mata untuk mengindikasikan bahwa keadilan harus dihadirkan secara objektif tanpa pandang bulu (blind justice & blind equality).Themis dalam mitologi Yunani adalah salah seorang Titan wanita yang memiliki hubungan dekat dengan Zeus. Dewi Themis adalah tentang keadilan yang coba dihadirkan manusia sebagai sebagai wakil Tuhan di muka bumi.
No man above the law, tak ada satu manusia pun yang dibenarkan untuk berada di atas hukum. Dengan ‘mata yang tertutup’ penegak hukum harus menyamaratakan semua individu,tak peduli apakah ia penghuni istana atau pengais sampah. Bahwa equality before the law yang artian sederhananya adalah setiap manusia memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum harus lebih dinyaringkan ketimbang istilah hukum lainnya: presumption of innocence, azas praduga tak bersalah.
Fakta yang sulit dibantah adalah begitu gegas dan bersemangatnya aparat hukum menangkap bajingan tengik dari kelas kerah biru, tapi bertele – tele pada satu atau banyak kasus yang menghinggapi petinggi. Selalunya berlindung pada azas praduga tak bersalah untuk tidak dikatakan sedang berkelit.
Menjadi penegak hukum adalah bagian dariprofesi yang paling mulia di muka bumi karena mereka adalah “titisan” Dewi Themis sebagai personifikasi dari dorongan moral yang bernaung di bawah sistem hukum dan sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Bukan main – main: wakil Tuhan di bumi, sedangkan wakil rakyat saja begitu dianggap terhormat.
Kita tidak berharap bahwa Wakil Tuhan akan merendahkan derajatnya atas hitungan – hitungan atau tekanan politik, finansial dan telunjuk penguasa dan– hanyalah - makhluk bumi lainnya. Bahwa Wakil Tuhan harus senantiasa mengenakan mahkota kebesarannya meski nyawa menjadi taruhan.
Tiga perkakas miliknya yakni kain penutup mata sebagai obyektifitas dan kebal intervensi, neraca untuk keadilan dan pedang sebagai lambang untuk membasmi semua kejahatan dalam bentuk apapun, harus tetap melekat selama profesi sebagai Wakil Tuhan di bumi masih disandang.
Penegak hukum akan memenangkan siapa pun yang tak terbukti bersalah meski ia seorang yang paling tidak diinginkan dan sebaliknya menghukum siapapun yang terbukti bersalah meski ia sudah disejajarkan dengan dewa.
Perlu diingat bahwa selain keadilan hukum positif masih ada keadilan ontologis – keadilan di depan Tuhan Sang Kebenaran – yang bersemayam dalam sanubari, sehingga soal keadilan tidak dijadikan gimmick interpretasi pasal-pasal yang sumir untuk memenangkan satu atau sekelompok orang. Karena ketika itu pula, mahkota sebagai Wakil Tuhan telah terlepas dan ternista, dan Themis pun akan menangis di balik matanya yang selalu tertutup. ~MNT
Comments