Oleh Muhammad Natsir Tahar
Joseph
Priestley terlonjak ketika tak sengaja menemukan gas tak berwarna dan tak
berbau. Terlonjaknya bukan soal itu, ia mencoba mengendusnya, seketika ia
tergelak terpingkal – pingkal. Siapapun yang menghidu gas ini, ia akan segera
merasa kepalanya ringan dan cekikikan.
Enam
tahun berlalu, ilmuan muda, Humphry Davy penasaran, ia ikut menghirupnya dan
mengatakan,: “Ini keterlaluan. Sensasinya sangat mengembirakan, seperti ketika
saya habis meminum sedikit anggur. Saya mulai bergerak dan merasa bahagia”.
Bersama teman – temannya, Davy menggelar pesta kecil untuk sebuah “kiriman dari
surga” yang mereka sebut “Gas Ketawa”.
Berita
tentang Gas Ketawa yang menggelikan itu sampai ke seluruh penjuru mata angin.
Penyair Robert Southey menulis: “Saya yakin udara dari surga pasti sama
nikmatnya dengan gas luar biasa ini”. Tak lama, banyak orang mulai mengadakan
pesta ketawa. Ternyata begitu banyak orang yang butuh kegembiraan artifisial
macam ini.
Gas
Ketawa itu adalah Nitrous Oksida cikal anestesi atau obat bius abad ini.
Priestly menemukannya pada 1793. Orang belum sampai pada pertanyaan akan
seburuk apa efek samping gas ini, ketika mereka terhenti hanya pada sebuah
kegilaan: gas ini adalah pelipur lara, pengusir duka, pahit getir apa saja.
Rupanya begitu banyak orang yang hidup dalam derita dan mereka butuh
kegembiraan buatan.
Penderitaan
itu tidak selalu soal kemiskinan, karena yang hadir dalam pesta ketawa adalah
kaum jetset. Gas itu diproduksi dalam jumlah terbatas dan
hanya dihidu oleh siapa yang bersedia membayar mahal.
Seorang
dokter gigi Amerika, Horace Wells (1815 – 1848) terkesima ketika menyaksikan
orang terbahak – bahak sambil mengerumuni sejenis gas yang mampu membuat mereka
ketawa, beberapa di antaranya tersandung karena semaput, tapi tidak merasakan
sakit.
Wells
berpikir bagaimana zat ajaib tersebut dapat digunakan sehubungan dengan
pekerjaannya. Ia tidak perlu lagi mengikat pasiennya untuk sebuah ritual
pencabutan gigi yang menyakitkan. Ia segera membayangkan, pasiennya akan tampak
rileks bahkan tersenyum saat gigi mereka tanggal.
Wells
merasa yakin, gas ketawa akan menggantikan tali pengikat untuk pasien –
pasiennya. Ia telah membuktikan sendiri, menghirup gas itu dan mencabut giginya
sendiri tanpa rasa sakit apapun. Ia kemudian memberikan sehirup Gas Ketawa itu
pada pasiennya lalu mencabut giginya dan membiarkan semua orang menonton.
Apa yang
terjadi? Wells salah membuat dosis. Dalam satu sentakan kuat, sang pasien
lantas melolong tak karuan. Setelah itu, Wells dicemooh sampai mati. Wells
tidak bahagia, ia hancur dan sangat menderita. Apalagi yang bisa ia lakukan
selain menggunakan secara rutin Gas Ketawa untuk meredakan perihnya dinista
oleh semua orang.
Ia pun
menjadi pecandu, tidak hanya Gas Ketawa Natrius Oksida tetapi juga Kloroform
yang ia pelajari bertahun – tahun. Gas – gas tersebut membuatnya tidak waras
dan kemudian dimasukkan ke Tomb Prison, New York. Dalam penjara ini ia
menghabisi hidupnya dengan menghirup lebih banyak Kloroform.
Beberapa
lama setelah Wells tiada, dunia kedokteran mulai mengikuti langkahnya dengan
memberikan zat pemati rasa kepada pasien. Sebelum itu, pesakit di mana – mana
harus diikat kaki, tangan dan mulutnya agar tidak menganggu proses pemotongan,
atau dengan operasi super kilat.
Tersebutlah Robert Liston (1797 – 1847), dokter asal Skotlandia yang tersohor karena mampu memotong tungkai pasien dengan kecepatan The Flash. Saking cepatnya, siapapun yang berkedip, akan kehilangan kesempatan untuk menyaksikan prosesnya.
Tersebutlah Robert Liston (1797 – 1847), dokter asal Skotlandia yang tersohor karena mampu memotong tungkai pasien dengan kecepatan The Flash. Saking cepatnya, siapapun yang berkedip, akan kehilangan kesempatan untuk menyaksikan prosesnya.
Tulisan
ini bukan tentang sejarah anestesi sebenarnya, tapi lebih tertarik pada
fenomena manusia – manusia yang membuat jalan pintas untuk menemukan
kebahagiaannya. Mereka harus membayar mahal untuk ketawa.
Agama
telah menuntun kita bagaimana menemukan kebahagiaan dengan tawakal atau
berserah diri kepada-Nya. Para mistikus Muslim akan menempuh jalan sufistik,
atau Budha Mahayana menggunakan metode Zen sebagai cara terbaik untuk tidak
merasakan derita dunia.
Beberapa
tahun yang lalu, Rhonda Byrne mengagetkan dunia dengan buku best
seller berjudul The Secret. Byrne mengumpulkan
pendapat – pendapat para pakar untuk mengajak kita menyingkirkan seluruh
pikiran negatif, lalu menggantikannya dengan pikiran positif yang dipenuhi
harapan – harapan tentang cita manusia. Metode yang digunakan adalah law
of attraction. Pikiran – pikiran yang positif akan menarik hal yang
baik dan pikiran negatif akan menarik hal – hal yang buruk.
Selain
Ipho Santoso yang mengagas cara berpikir otak kanan, di Indonesia lalu muncul
Erbe Sentanu yang memperkenalkan Quantum Ikhlas yakni cara
berpikir yang mengandalkan kedahsyatan ikhlas dan penyerahan diri penuh kepada
Yang Maha Kuasa. Ketika berada di zona ikhlas kata Erbe, manusia akan memiliki
hati penuh syukur, lebih arif dan lebih dekat dengan Tuhan.
Selanjutnya
ada Dedy Susanto yang menulis buku Pemulihan Jiwa sebanyak
enam edisi. Dedy mengkompilasi semua metode tentang berpikir positif, ikhlas
dan syukur. Intinya adalah, pikiran buruk dan kacau membuka jalan kepada
keburukan dan kekacauan lanjutan, demikian pula dengan pikiran – pikiran yang
baik.
Jika
semua langkah ini sudah dipilih satu – satu dan kita masih juga tidak bahagia,
mungkin saja kita sedang butuh Gas Ketawa dan itu sangat tidak dianjurkan. ~MNT
Comments