Oleh Muhammad Natsir Tahar
Kotak
Pandoraku selalu penuh dengan partikel – partikel kebencian. Hari ini aku akan
kembali membukanya lebar – lebar untuk Anda. Jika tidak kuat, lambaikan tangan
ke arah kamera. Sang Maha Hater tidak akan kehabisan premis dan taburan
metafora untuk mengartikulasikan sisi gelap kehidupan. Kecuali beberapa hari
kemarin, seorang kolega lama berujar – pastinya bukan ujaran kebencian.
Permintaannya
membuatku bertahan untuk kembali membahas metafora postur tubuh. “Bro, Sang
Maha Hater yang Anda tulis belum tuntas, saya sudah tiga kali membacanya, tapi
saya tidak menemukan solusi di sana. Tulislah Sang Maha Hater 2 untuk
menjelaskan jalan keluarnya, jika tidak Anda akan berhutang kepada sejarah”.
Dia
adalah Mochammad Rian Djatnika, seorang akademisi dan kandidat Doktor. Orang
ini otaknya sudah penuh, mulutnya tiada henti memuntahkan pelor - pelor hikmah.
Pemahaman tafsir Alquran dan hadistnya baik. Ia tahan berdiskusi dari maghrib
sampai subuh. Dari Rene Descartes sampai Abraham Maslow. Dari filsafat sampai
cerita lawak – lawak, lawakan yang cerdas tentunya. Teman diskusinya yang ia
anggap seimbang – paling tidak sepanjang yang aku amati – adalah Ocu Hendri
Anak Rahman. Diam – diam aku membenci kedua manusia religius ini.
Sejak
Bung Ramon Damora – sastrawan separuh dunia itu - meminjamkan sepetak lapak di
Jembia, aku dan Hendri seperti dua ekor semut hitam yang setiap bertemu
bersalaman. Kalimatnya selalu sama, “mantap tulisan awak tu,”- aku membenci
Hendri karena dia hanya pernah menulis sekali di Jembia, itupun entah apa – apa,
di bawah standar intelektualitas yang ia miliki.
Aku
dengar pada edisi ini ia mengirim tulisan bertema kaum hawa. Aku tunggu itu.!
Juga bung Rian yang punya rencana besar untuk menulis panjang tentang
perspektif transendental, tapi secara diplomatis justru mengelak. “Saya agak
kesulitan menyederhanakan bahasa, terlalu akademis, nanti multi interprestasi
dan tunggu saja”. Memikirkan pembaca? Padahal bung Ramon pernah bilang padaku,
jika sudah memikirkan pembaca, itu adalah bonus kearifan, tulis saja, ramaikan
jalan sunyi ini.!
Dengan
sangat sukses dua orang ini akhirnya masuk dalam listing kebencianku untuk
kategori metafora pria berpostur sedang – paling tidak dalam ketidakpedulian
mereka untuk mengisi Jembia. Padahal Jembia menurut Bung Rian sendiri adalah
sesuatu yang wajib ada, agar sajian sebuah surat kabar tidak kering dan
monoton. Jangan bilang aku tidak benci bang Taufik Muntasir. “Awak harus tunak
menulis,” tekannya, 2009 lalu. Dia sendiri kemana? Taufik Muntasir adalah
seorang penulis rancak sebelum ini, tapi dia sudah pensiun muda.
Aku
bingung bicara tentang solusi. Bukankah seorang pengujar kebencian tidak punya
beban moral untuk menyampaikan solusi. Seorang pesakitan Bipolar justru butuh
dikasihani. Tapi tak apa. Untuk menyenangkan kawan lama, dengan tertatih –
tatih ku tulis juga edisi lanjutan ini, pada hari Jumat yang sempit. Namun
sepertinya, Sang Maha Hater 2 belum sampai kepada solusi. Aku hanya ingin
melengkapi tulisan sebelumnya. Masih ingat tiga jenis manusia yang aku benci
itu? Mereka adalah si kurus kerempeng, si gemuk dan si perut rata. Si kurus
mewakili manusia teraniaya, terjajah dan tak berdaya.
Di zaman
kolonial mereka sudah terjajah secara teritorial, di zaman ini alih - alih
mereka mengisi kemerdekaan dengan langkah tegap, justru terhuyung – huyung
karena struktur tubuhnya yang ringan tak kuat menahan tiupan angin kencang
kapitalistik. Menjadi junkies pecandu obat, menjadi
pesakitan Anorexia, menjadi pencinta merek dan kultus individu
serta menjadi massa politik dagang sapi yang disiram air saat kampanye.
Mereka
selalu terjajah secara ekonomi dalam rezim yang hegemonik. Penderitaan tidak
berakhir sampai di situ, belakangan ini orang – orang kurus juga terjajah
secara ideologi, karena mereka gagal menerjemahkan wawasan kebangsaan. Alam
demokrasi tak membuat pikiran mereka mardeka. Jika dikaitkan dengan teori
Maslow, pada tahap ini orang kurus terbelenggu untuk menyelesaikan kebutuhan
dasar fisiologis (makan, minum, seks, tidur dan oksigen).
Gas tidak
habis di rumah saja sudah lumayan, boro-boro memikirkan teori konspirasi,
iluminasi, freemason, agenda – agenda neoliberalisme dan kawan-kawannya,
misalkan. Pertahanan mereka lemah sehingga kepada mereka dengan mudah
didesakkan doktrin – doktrin untuk kepentingan orang – orang gemuk.
Mereka juga terjajah secara psikologis. Metafora orang – orang kurus akan terjajah dalam banyak hal. Mereka punya dahaga tingkat tinggi akan kemapanan. Mereka butuh idola, mereka butuh televisi untuk melihat orang – orang kaya misalnya di sinetron, Puteri yang Tersewsat atau infotainment setajam silet.
Mereka juga terjajah secara psikologis. Metafora orang – orang kurus akan terjajah dalam banyak hal. Mereka punya dahaga tingkat tinggi akan kemapanan. Mereka butuh idola, mereka butuh televisi untuk melihat orang – orang kaya misalnya di sinetron, Puteri yang Tersewsat atau infotainment setajam silet.
Mereka
rela terinjak – injak dalam rangka mengerumuni panggung pertunjukan. Jika sudah
melihat idolanya dari dekat, mereka akan menatap syahdu penuh linangan air
mata, jika perlu pingsan di tempat. Orang – orang kurus dalam metafora ini juga
kepo luar biasa. Aku menerjemahkan kata kepo sebagai rasa ingin tahu yang
absurd.
Sehingga tidak heran bila mereka selalu menjadi korban penipuan “mama minta pulsa” atau modus undian berhadiah lewat SMS. Di jaringan sosial media, orang-orang kurus, karena kepo-nya selalu menjadi santapan harian pebisnis data PPC (pay per click). Mereka rela mengorbankan paket data android hanya untuk mengklik artikel tentang bagaimana rupa kutil yang berusia tiga tahun jika dipecahkan.
Sehingga tidak heran bila mereka selalu menjadi korban penipuan “mama minta pulsa” atau modus undian berhadiah lewat SMS. Di jaringan sosial media, orang-orang kurus, karena kepo-nya selalu menjadi santapan harian pebisnis data PPC (pay per click). Mereka rela mengorbankan paket data android hanya untuk mengklik artikel tentang bagaimana rupa kutil yang berusia tiga tahun jika dipecahkan.
Sementara
orang – orang tambun pula, adalah lambang penindas, haloba dan tak cukup –
cukup. Jika diwariskan bumi ini beserta isinya kepada mereka, mereka akan
memetik bulan. Apabila air laut diikhlaskan untuk mereka minum semua, maka
mereka akan mulai berpikir bahwa di planet Mars mungkin saja masih ada air
tambahan. Lebih dari itu, cara mereka menindas dan memperolok orang – orang
kurus sudah sangat keterlaluan dan sistematis.
Mereka
menciptakan dinasti, menciptakan pemimpin boneka, dan masuk ke sistem
pemerintahan, ke dalam semua lini dan anasir – anasir apapun demi menjaga
ukuran perut mereka agar tetap buncit. Ajaibnya, orang – orang kurus menatap
mereka penuh kesima. Kembali ke pasal satu, orang gemuk tidak pernah salah.
Yang salah itu menurut orang kurus adalah pencuri ayam atau sandal jepit, mereka
wajib dipukul beramai – ramai. Sementara orang – orang gemuk akan dicium
tangannya.
Terakhir
kepada para safety player. Orang – orang berperut rata. Manusia
setengah jetset yang tak peduli akan apapun. Zona nyaman membuat mereka tak
butuh dunia lain. Telinga mereka akan ditutup rapat – rapat dengan headset
misalnya jika mendengar teriakan kaum proletar minta naik gaji. Padahal jika
UMK naik mereka termasuk orang yang akan menikmatinya.
Meskipun
anti sosial, manusia jenis ini malah rajin mengikuti aneka seminar bertema
sosial, semacam global warming atau ancaman krisis global dengan mata melotot,
bukan untuk diaplikasikan tapi sekadar menikmati sesi seremoninya. Orang –
orang bertubuh ideal ini berpotensi untuk menjadi gendut, begitu diam – diam
mereka mulai mengamati gerak - gerik bos mereka dalam rangka menilap uang
perusahaan atau uang Negara dengan sangat elegan dan penuh wibawa.
****
Allah
mungkin tidak suka Adam berlama – lama di surga. Siapa Adam, belum apa – apa
sudah menikmati hasil. Surga adalah milik manusia yang sudah teruji. Sedang
Adam baru kemarin sore, terbuat dari tanah dan dihina Iblis. Entah siapa pula
yang membisikkan kepada Iblis bahwa api – dari mana ia tercipta - lebih tinggi
derajatnya dari tanah.
Iblis pongah, ia menolak perintah Allah untuk sujud kepada makhluk tanah bernama Adam. Saat itu resmilah Iblis menjadi raja kegelapan. Tugas pokoknya adalah menyeret kuat – kuat umat manusia untuk menemaninya di neraka. Allah menyusun skenario untuk “menjebak” Adam.
Iblis pongah, ia menolak perintah Allah untuk sujud kepada makhluk tanah bernama Adam. Saat itu resmilah Iblis menjadi raja kegelapan. Tugas pokoknya adalah menyeret kuat – kuat umat manusia untuk menemaninya di neraka. Allah menyusun skenario untuk “menjebak” Adam.
Dia
memanfaatkan Iblis. Iblis pun tidak menyia – nyiakan tugas pertamanya untuk
menggoda Hawa. Begitu memakan buah larangan itu, pakaian Adam dan Hawa dilucuti
dan dilemparkan ke bumi secara terpisah. Allah bisa saja menurunkan Adam secara
baik – baik. Tapi Yang Maha Tahu selalu punya skenario. Adam pun melewati tiga
fase drastis. Pertama, menjadi penghuni surga yang mulia karena hapal nama –
nama benda di surga.
Malaikat
pun diperintah Allah untuk sujud padanya. Fase kedua, Adam menjadi manusia
pendosa hina yang telanjang dan dicampakkan ke bumi. Fase ketiga, adalah fase
kesempurnaan tingkat tinggi. Ia menjadi kalifah di muka bumi, menjadi rasul
Allah dan bapak semua umat manusia sepanjang umur dunia. Kaitan idiom di atas
akan dijelaskan dalam tulisan lanjutan. Wassalam.! ~MNT
Comments