Oleh Muhammad Natsir Tahar
Mata dunia menatap tajam ke hidung panjang Donald Trump yang selalu mendongak. Hari – hari ini bos entertainment dan real estate paling sukses di Amerika Serikat itu membuat gaduh. Pemilik rambut pirang jagung dan kulit muka semerah kepiting rebus ini telah menabur angin. Dalam sekejap ia pun menuai badai.
Jeff Bezos, CEO Amazon baru saja meluncurkan roket ulang alik ke luar angkasa bernama Blue Origin dan ia berniat menyisakan satu kursi untuk Donald Trump. Bezos seperti bersungguh – sungguh hendak melontarkan Trump nun jauh ke luar angkasa raya, saking kesalnya.
Kecaman untuk Trump datang dari mana – mana, dari Gedung Putih, dari Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB), dari politisi, pengamat, pers dan seterusnya. Bahkan produknya mulai diboikot di beberapa negara Timur Tengah. Pesohor – pesohor macam Barack Obama, Hillary Clinton, “pencipta” Harry Potter JK Rowling, petinju lagendaris Muhammad Ali sampai bos besar Facebook Marck Zuckerberg silih berganti menyanggah Trump.
Kabar terakhir, bahkan seekor burung rajawali seperti enggan tampak mesra dan tak ingin dianggap bersekongkol dengan pemilik kerajaan bisnis The Trump Organization ini. Unggas cantik tersebut berkali – kali menyerangnya dalam sebuah ekspos di televisi.
Kabar terakhir, bahkan seekor burung rajawali seperti enggan tampak mesra dan tak ingin dianggap bersekongkol dengan pemilik kerajaan bisnis The Trump Organization ini. Unggas cantik tersebut berkali – kali menyerangnya dalam sebuah ekspos di televisi.
Sebelum ini, Trump adalah wacana kekaguman publik. Biliuner berdarah Anglo Saxon ini banyak menebar kutipan – kutipan inspiratif, dan langkahnya dalam menciptakan tentakel bisnis bertaraf internasional menjadi rujukan penting di seluruh dunia. Sisi buruk Trump nyaris tertutupi oleh pencapaian – pencapaian tersebut.
Tidak jelas benar apakah hanya ingin merayakan sensasi entertainment-nya, atau memang serius ingin berkuasa di Amerika Serikat, Trump secara emosional didapuk jadi kandidat presiden dari Partai Republik dan mulai berkampanye di mana – mana. Hingga pada akhirnya lidah rasis Trump sudah tak mampu direm. Ia dengan lantang menyuarakan pemblokiran penuh bagi setiap Muslim untuk masuk ke Amerika Serikat.
Trump dikenal sebagai tokoh rasis yang hampir fasis serupa Adolf Hiltler. Dia amat membenci imigran terutama dari kulit berwarna. Ujarannya amat kontroversial seperti akan mendeportasi 11 juta orang Hispanik bila terpilih menjadi presiden serta melarang seluruh Muslim memasuki Amerika, mendata secara akurat dan mengawasi ketat umat Muslim yang terlanjur ada di negeri Paman Sam itu. Bagi Trump yang berhak atas Amerika Serikat hanyalah Orang Kulit Putih.
Setelah bertubi - tubi melakukan stigmatisasi terhadap imigran Latin, Trump seperti mendapat kekuatan penuh untuk menghajar Islam pasca tragedi Paris dan penembakan massal di San Bernardino. Secara pukul rata ia mengkategorikan 1,5 miliar umat Muslim sebagai teroris. Tua bangka yang memiliki masalah psikologis Xenophobia dan Islamphobia ini dianggap sebagai aib bagi Amerika Serikat yang selama berpuluh tahun mencitrakan diri sebagai penjunjung Bill of Right. Oleh lawan politiknya, Trump dicap sebagai “tokoh sesat”.
Rasanya tidak percaya, jika sosok sekelas Trump adalah seorang penyandang phobia, penyakit fsikologis berupa ketakutan berlebihan terhadap orang asing dan Islam akibat minimnya pengetahuan. Trump mengenyampingkan fakta bahwa ISIS dan gerakan radikal sejenisnya bukanlah doktrin Islam (debatable) - yang seperti ditegaskan Obama - mereka hanyalah preman dan pembunuh serta bagian dari sebuah kultus kematian.
Trump menutup mata atas propaganda tak terhentikan dari Barat terutama Amerika untuk memberi label negatif terhadap Islam yang dilancarkan sejak era perang dingin berakhir. Setelah Uni Soviet bercerai berai, Amerika harus menciptakan musuh baru sebagai penegasan untuk menjadi polisi dunia. Sekaligus memuluskan motif – motif ekonomi atas penguasaan sumur – sumur minyak dan sejumlah agenda neo liberalisme.
Juga sulit dipercaya bila lulusan Universitas Pennsylvania ini memiliki pemahaman yang tidak tuntas atas sejarah Amerika Serikat. Bagaimana dulu kakek buyutnya sampai ke tanah Amerika, sehingga ia berani berkoar bahwa penduduk asli Amerika adalah orang Kulit Putih. Kemungkinan yang paling mungkin dari itu adalah, Trump hanya memanfaatkan isu – isu primitif untuk memacu elektabilitas dari elemen masyarakat pop Amerika yang tidak tahu apa – apa.
Sebagaimana kita pahami, rasisme yang menghinggapi Trump didefinisikan sebagai suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu yang lebih superior memiliki hak untuk mengatur ras lainnya. Rasisme menanamkan kebencian patologis terhadap ras yang berbeda.
Jika Jeff Bezos berhasrat untuk mengirim Trump ke luar angkasa sebagai reaksi kemarahannya, saya pun ingin menciptakan mesin waktu imaji untuk mengajak Trump bertamasya ke masa lalu agar ia segera tahu diri dan “bertobat”. Trump harus disadarkan bahwa sejarah Amerika tidak memberi alasan logis apapun kepada bangsa Kulit Putih untuk mengusir kulit berwarna.
Bahkan jika sejarah penaklukan dan genosida terhadap 200 juta nyawa orang Indian di Amerika kembali diungkit, maka orang macam Trump tidak akan punya muka untuk tampil di pentas humanistik manapun karena menyandang stigma kebrutalan kakek moyangnya di masa lalu.
Amerika ditemukan sudah lampau sekali, sehingga tak seorang pun yang tahu persis bagaimana penemuan itu terjadi. Agaknya sudah berlangsung sekitar 15.000 tahun yang lalu ketika sekelompok orang Siberia atau Mongolia melintasi tanah genting yang menyatukan Asia dan Alaska.
Tanah genting itu kemudian tenggelam, tapi para pendatang menetap. Chistopher Columbus bukanlan penemu Amerika sebenarnya. Ia hanyalah orang yang berada di tempat dan waktu yang tepat. Columbus sampai ke benua Amerika pada tahun 1492 waktu Eropa mulai keluar dari zaman pertengahan.
Pada waktu itu pengaruh Islam di Spanyol berakhir pasca Perang Salib. Muslim yang tersisa kemudian diusir. Tetapi interaksi berabad – abad telah meninggalkan dua bekas: bangsa Spanyol terlanjur gemar masakan Arab yang kaya rempah, dan rempah mulai dianggap sebagai komoditas mahal yang laku keras di pasaran.
Ekspedisi bangsa Eropa pun dimulai untuk mencari Kepulauan Rempah – rempah (baca: Nusantara). Penjelajahan pertama oleh Portugis di bawah Bartholomeus Diaz hanya mencapai setengah jalan. Spanyol yang berharap menemukan jalan pintas, mau tidak mau harus membiayai Colombus yang punya ide untuk pergi ke Timur dengan cara aneh berlayar ke arah Barat. Columbus percaya mutlak kepada Ptolemeus, Copernicus dan Galileo yang mengajarkan kepada Eropa bahwa bumi itu bulat.
Bukannya sampai lebih cepat apalagi menemukan rempah - rempah, Colombus justru mendapatkan bongkahan besar penghalang, dihuni bangsa pribumi yang mengikat kepala dengan bulu merak. Columbus menamakan daratan penghalang besar itu sebagai Amerika dengan mengambil nama temannya Amerigo Vespucci.
Ia juga menyebut kaum pribumi itu Indian karena menganggap Amerika sebagai India (Timur). Hingga seratus tahun setelahnya, ekspedisi pertama dari Inggris merapat di Virginia (sekarang negara bagian Nort Caroline). Koloni ini diharapkan mendatangkan keuntungan besar. Tapi sepertinya tidak ada yang bisa ditanam di Virginia, kecuali jenazah. Sebagian besar dari mereka mati karena kelaparan dan penyakit. Yang bertahan hidup mencoba merampok orang Indian.
Ia juga menyebut kaum pribumi itu Indian karena menganggap Amerika sebagai India (Timur). Hingga seratus tahun setelahnya, ekspedisi pertama dari Inggris merapat di Virginia (sekarang negara bagian Nort Caroline). Koloni ini diharapkan mendatangkan keuntungan besar. Tapi sepertinya tidak ada yang bisa ditanam di Virginia, kecuali jenazah. Sebagian besar dari mereka mati karena kelaparan dan penyakit. Yang bertahan hidup mencoba merampok orang Indian.
Amerika mulai tampak berguna sebagai tanah jajahan bagi orang Inggris setelah mereka menemukan tembakau, tumbuhan asli wilayah itu. Dalam waktu singkat seluruh Amerika kecanduan merokok, mengisap atau mengunyah tembakau. Permintaan yang tinggi akan tembakau menciptakan kolonialisasi militeralistik dan perbudakan. Berkapal – kapal orang negro Afrika didatangkan sebagai budak, sejurus dengan makin banyaknya kaum puritan Inggris yang ingin menetap di Amerika untuk rumah masa depan.
Dalam catatan lain, sebelum Columbus, Laksmana Muslim Cheng Ho sudah pernah mendarat di Amerika 70 tahun lebih awal. Bahkan lima abad sebelum itu, para pelaut Islam dari Granada dan Afrika Barat sudah menjejakkan kakinya di sana. Sekitar tahun 900 masehi hingga setengah abad kemudian semasa kejayaan Dinasti Umayyah, sudah ada pendakwah bernama Khasykhasy Ibn Said Ibn Aswad dari Cordoba yang mengajarkan penduduk asli tentang Islam. Pada prasasti berbahasa Arab yang ditemukan di Misississipi Valey dan Arizona disebutkan, jika orang – orang Islam yang datang ke daratan ini juga membawa gajah Afrika.
Pun, dalam ekspedisinya yang tanpa sengaja menemukan Amerika, Colombus pernah dibantu oleh nakhoda Muslim bersaudara: Martin Alonzo Pizon yang memimpin kapal Pinta dan Vincente Yenez Pizon yang ada di kapal Nina. Keduanya adalah kerabat Sultan Maroko dari Dinasti Marinid, Abuzayan Muhammad III.
Colombus sendiri dalam catatan perjalanannya menulis bahwa pada hari Senin, 21 Oktober 1492, ketika berlayar di dekat Gibara di tenggara pantai Kuba, dia mengaku melihat sebuah masjid dengan menaranya yang tinggi berdiri di atas puncak bukit yang indah.
Doktor Barry Fell dari Oxford University juga menemukan jika berabad sebelum Columbus tiba di Amerika, sekolah – sekolah Islam sudah tersebar di banyak wilayah, antara lain di Valley of Fire, Allan Springs, Logomarsino, Keyhole, Canyon, Washoe, Mesa Verde di Colorado, Hickison Summit Pass di Nevada, Mimbres Valley di Mexico dan Tipper Canoe Indiana.
Seorang sejarawan bernama Dr Yousef Mroueh menghitung, di Amerika Utara ada sekurangnya 565 nama Islam pada nama kota, sungai, gunung, danau dan desa.
Di Amerika Serikat sendiri 484 dan di Kanada 81. Nama Mekah dan Madinah pun tak luput ditorehkan para pioner Muslim di Amerika. Ada nama Mecca di Indiana lalu Medina di Idaho, New York, North Dakota, Ohio, Tenesee, Texas dan Ontario Canada. Bahkan di Illinois ada kota kecil bernama Mohamet yang berasal dari nama Muhammad.
Di Amerika Serikat sendiri 484 dan di Kanada 81. Nama Mekah dan Madinah pun tak luput ditorehkan para pioner Muslim di Amerika. Ada nama Mecca di Indiana lalu Medina di Idaho, New York, North Dakota, Ohio, Tenesee, Texas dan Ontario Canada. Bahkan di Illinois ada kota kecil bernama Mohamet yang berasal dari nama Muhammad.
Suku – suka asli Amerika pun, dari kaum Muslim Indian banyak yang nama sukunya berasal dari bahasa Arab seperti Apache, Anasazi, Arawak, Cherokee, Arikana, Chavin Cree, Makkah, Hohokam, Hupa, Mohican, Mohawk, Nazca, Zulu dan Zuni. Bahkan kepala suku Indian Cherokee yang terkenal bernama Se-quo-yah yang menciptakan silabel huruf Indian disebut Cherokee Syllabari pada 1821 adalah seorang Muslim. Ia senantiasa mengenakan sorban, bukan ikat kepala dari burung.
Lalu kemana suku – suku asli Amerika itu sekarang, siapa yang telah merampok dan membungihanguskan peradaban - peradaban mereka? Siapa yang telah menggantung dan menyiksa sampai mati karena enggan menjadi budak? Siapa teroris paling kejam dan paling sporadis dalam sejarah dunia sesungguhnya? Tanyakan kepada yang mulia Tuan Donald Trump. ~MNT
Comments