Ilustrasi: https://lh3.googleusercontent.com |
Oleh Muhammad Natsir Tahar
Seorang Area Sales Manager salah satu perusahaan operator selular di Batam pernah berkata, “Coba dicari bukti-bukti sejarah tentang peninggalan kerajaan Melayu. Apa benar ada kerajaan bernama Riau Lingga itu? Kalau bisa coba difoto bekas-bekas peninggalannya,” cecarnya seolah menantang. Beginikah cara pandang orang pendatang tentang Melayu. Naif kah ia, setidaknya untuk ukuran seorang manager perusahaan multi nasional?
Bagaimana pemahamannya tentang sejarah, yang diajarkan di sekolah dasar dulu? Dan yang paling penting, apakah ia sedang “mewakili” banyak orang yang tak mahfum tentang Melayu, yang pernah menjadi tonggak sejarah.
Ini adalah tugas kita semua kaum Melayu. Kenapa sejarah kita hanya sedikit yang tercatat dalam lembar sejarah nasional.
Mengapa Tuanku Imam Bonjol lebih dikenal dengan perang padrinya, mengapa Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Sultan Hasanuddin, Pattimura dan masih banyak lagi deretan pahlawan nasional, menjadi hafalan murid SD di masa lalu. Mengapa nilai-nilai patriotisme Raja Haji Fisabilillah yang mengobarkan perang terbesar mengusir penjajah baru disebut-sebut sekarang ini saja? Jawabannya adalah, karena kita telah lama alpa, kita baru tersentak belakangan ini saja, ketika kekuatan dan kearifan lokal menjadi rujukan.
Apa yang salah dengan Melayu, sehingga ada orang yang ingin meniadakannya? Ingin mengecilkannya, bila perlu menghapus memori tentang kebesarannya. Itulah sebabnya mengapa kita harus bangkit, mengibarkan bendera kebesaran. Bukan untuk berpongah, tapi hanya untuk memberi tahu bahwa kita jangan dipandang lagi sebelah mata. Kita jangan lagi terlalu merendah, setiap ditanye dijawab tak ade..
Salah satu bait puisi Walikota Suryati Manan berjudul Melayukah Aku?, bunyinya begini..Tak perlu test urine atau dna, cukup tanyekan saje pertanyaan ini,”oi nak kemane tu”, tak ade jawabnye. Sedang ape? tak ade, itu juge jawabnya. Ini sudah pasti melayu asli.
Kebiasaan mengucap “tak ade”, membiaskan ingatan kolektif bahwa orang kita Melayu memang tidak melakukan apa-apa. Mereka tidak tahu bahwa: kite orang beragame, kite orang bertawadhu’. Tapi sekali-kali kalau orang luar bertanya, mari kita jawab, “Saye sedang buat banyak hal,” itu saja dah cukup.
Tapak-tapak Melayu di Riau Kepulauan mencoba membeberkan tentang jejak kegemilangan Melayu di wilayah ini pada masa lalu. Jejak-jejak peninggalan raja-raja Melayu di Kepulauan Riau dapat berupa artefak, puing-puing reruntuhan kerajaan, makam raja-raja, dan peninggalan-peninggalan istana. Semua ini membuktikan bahwa kerajaan Melayu pernah berdiri megah di bumi Kepulauan Riau.
Selain itu juga terdapat bekas-bekas benteng pertahanan, gudang mesiu dan meriam yang digunakan oleh Raja haji Fisabilillah untuk menggempur penjajah. Bukti-bukti tersebut terpampang jelas dan otentik. Ini membuktikan sejarah patriotisme wira-wira Melayu betul-betul terekam dalam jejak sejarah.Bahwa kite dah buat banyak hal. ~MNT
Comments